Memahami
Perkembangan Islam periode klasik
(zaman
keemasan) pada tahun 650 M-1250 M.
A. Masuknya Islam di Andalusia
Pada tahun
133 M bangsa Romawi dapat menguasai semenanjung Andalusia, di masa pemerintahan
Romawi tersebut masuk pulalah ke sana sejumlah besar bangsa Yahudi, kemudian
pada abad kelima, bangsa Vandal menyerang semenanjung itu, sesudah itu pada
permulaan abad keenam, bangsa Got menyerangnya pula dan mereka mengusir bangsa
Vandal ke pantai Afrika. Demikianlah negeri-negeri di semenanjung itu didiami
oleh penduduk yang berbeda-beda kebangsaan dan agamanya. Hal inilah yang
menyebabkan timbulnya permusuhan yang meruncing antara orang-orang Masehi dan
Yahudi, dan seringkali orang Yahudi yang mengalami kekalahan. Sementara itu
perebutan singgasana antara pangeran-pangeran di sana hampir-hampir tak
henti-hentinya, lebih-lebih di masa sebelum terjadinya serangan kaum Muslimin
ke sana. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan kaum Muslimin memandang ringan
terhadap pemerintah dan kekuatan militer di negeri-negeri itu. Maka timbullah
pikiran untuk melancarkan serangan ke daerah tersebut.
Kemudian
datanglah suatu peluang yang baik untuk melaksanakan pikiran itu, yaitu ketika
Roderik merebut singgasana Spanyol--setelah meninggalnya raja Got Barat
“Witiza”--peristiwa ini menyebabkan putra-putra raja Witiza sangat marah dan
mereka meninggalkan Spanyol pergi ke Afrika, di sana mereka mengadakan
perjanjian persekutuan dengan kaum Muslimin. Begitu juga telah terjadi
perselisihan antara Count Julian, di satu pihak dan Roderik di pihak lain.
perselisihan ini kabarnya karena Roderik mencemarkan kehormatan puteri dari
Julian, karena itu Julian ingin membalas dendam untuk membela kehormatan dan
nama baiknya. Julian berusaha mendorong dan meminta kaum Muslimin untuk
menyerbu ke Spanyol. Permintaan itu dimajukannya kepada Gubernur Islam di
Afrika Utara yaitu Musa bin Nusair. Ia ditunjuk Khalifah al-Walid bin Abdul
Malik (al-Walid I) 86 H/705 M, Khalifah keenam Dinasti umayyah, menjadi
Gubernur Afrika Utara menggantikan Hasan. Demi menantang kezaliman dan membantu
keadilan, Gubernur Musa memperkenankan permintaan itu, atas persetujuan dari Khalifah
Walid bin Abdul Malik.
Dalam proses
penaklukan Spanyol terdapat tiga orang pahlawan Islam yang berjasa memimpin
satuan-satuan pasukan ke sana. Mereka adalah Tharif ibnu Malik. Thariq bin
Ziyad dan Musa bin Nushair. Tharif ibnu Malik adalah orang yang pertama
melakukan penyerbukan ke Spanyol dan dia dapat di sebut sebagai perintis dan
penyelidik. Ia menyeberangi selat yang berada di antara Marokko dan benua Eropa
itu dengan satu pasukan perang, lima ratus orang diantaranya adalah tentara
berkuda, mereka menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian. Dalam
penyerbuan itu Tharif mendapat
kemenangan dan kembali ke Afrika Utara membawa harta rampasan yang tidak
sedikit jumlahnya.
Keberhasilan
dan sukses yang diperoleh Tharif ini mendorong Amir Qairawan untuk melakukan
tindakan yang pasti, guna mendapatkan kekuasaan dan stabilitas di Andalus.
Tugas berat ini diserahkannya kepada Thariq bin Ziyad. Maka berangkatlah Thariq
memimpin 7.000 orang tentara yang terdiri dari bangsa Barbar dan sebagian lagi
orang Arab yang dikirim khalifah Al-Walid. Mereka menyeberangi selat itu dengan
kapal-kapal yang disediakan oleh Julian. Thariq beserta pasukannya kemudian
mendarat dan menempati suatu gunung yang sampai kini masih dikenal dengan
namanya sendiri, yaitu “Jabal Thariq”(Gibraltar). Disanalah Thariq
mempersiapkan satuan-satuannya untuk menyerbu semenanjung Andalusia yang luas
dan makmur itu. Dalam pertempuran di suatu tempat yang bernama Bakkah, raja
Roderik dapat dikalahkan. Dari situ Thariq dan pasukannya terus menaklukkan
kota-kota penting seperti Cordova, Granada dan Toledo (ibukota kerajaan Goth
saat itu). Sebelum Thariq menaklukkan kota Toledo, ia meminta tambahan pasukan
kepada Musa bin Nushair di Afrika Utara. Musa mengirimkan tambahan pasukan sebanyak
5000 personel, sehingga jumlah pasukan Thariq seluruhnya 12.000 orang. Jumlah
ini tidak sebanding dengan pasukan Gothik yang jauh lebih besar yaitu 100.000
orang.
Musa bin
Nushair merasa perlu melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran dengan maksud
membantu perjuangan Thariq. Dengan suatu pasukan yang besar, ia berangkat
menyeberangi selat itu, dan satu persatu kota yang dilewatinya dapat
ditaklukannya. Setelah Musa berhasil menaklukkan kota Sidonia, Karmona, Seville
dan Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan Gothik, ia bergabung dengan
Thariq di Toledo. Selanjutnya, keduanya
berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya,
mulai dari Saragosa sampai Navarre. Berdasarkan
referensi-referensi yang telah dibaca oleh penulis, bahwa kemenangan-kemenangan tersebut disebabkan oleh faktor eksternal dan internal yang sangat
menguntungkan.
Faktor
eksternalnya adalah suatu kondisi yang terdapat di dalam negeri Spanyol. Pada penaklukan Spanyol oleh umat Islam
baik dalam bidang sosial, politik dan ekonomi, negeri ini berada dalam keadaan yang menyedihkan. Secara politik wilayah
Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi ke dalam beberapa negeri kecil. Bersamaan dengan itu penguasa Ghotik bersikap tidak toleran terhadap agama-agama yang dianut
oleh berbagai aliran. Adapun faktor internalnya adalah suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh
penguasa, tokoh-tokoh pejuang dan para prajurit Islam yang terlibat dalam
penaklukan wilayah Spanyol pada khususnya dan lebih penting lagi adalah ajaran
Islam itu sendiri yang ditunjukan oleh tentara Islam yaitu sifat toleransi,
persaudaraan dan tolong menolong. Sikap toleransi dan persaudaraan yang
terdapat dalam pribadi kaum Muslimim menyebabkan penduduk Spanyol menyambut
kehadiran Islam disana.
B. Perkembangan Politik
dan Peradaban
1. Perkembangan Politik
Sejak pertama kali menginjakkan kaki di tanah Spanyol
hingga jatuhnya kerajaan Islam terakhir di sana, Islam memainkan peranan yang
sangat besar. Masa itu berlangsung lebih dari tujuh setengah abad. Sejarah
panjang yang dilalui umat islam di Spanyol itu dapat di bagi menjadi beberapa
periode:
a) Periode Pertama (Gerakan Pembebasan)
Periode pertama ini antara tahun 711-755 M, Andalus
diperintah oleh para wali yang diangkat oleh khalifah bani Umayah yang berpusat
di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum tercapai
secara sempurna, gangguan-gangguan masih terjadi, baik datang dari dalam maupun
dari luar. Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan di antara elit
penguasa, terutama akibat perbedaan etnis dan golongan. Adapun gangguan dari
luar datang dari sisa-sisa musuh Islam di Spanyol yang bertempat tinggal di
daerah-daerah pegunungan yang memang tidak pernah tunduk kepada pemerintahan
Islam.
b) Periode Kedua
Periode ini antara tahun 755-1013 M pada waktu Andalus
dikuasai oleh daulah Umayyah II. Periode ini dibagi dua:
1) Masa Keamiran
Pada masa ini, spanyol berada di bawah pemerintahan
seorang yang bergelar amir (panglima atau gubernur) tetapi tidak tunduk kepada
pusat pemerintahan Islam, yang ketika itu dipegang oleh khalifah Abbasyiah di
Baghdad.
Sebagaimana telah diceritakan dalam sejarah Islam
bahwa pada tahun 750 M kerajaan bani
Umayyah dapat direbut oleh bani Abbasyiah. Naiknya bani Abbasyiah dalam tahta
kerajaan diikuti dengan pembunuhan dan penumpasan terhadap keluarga bani
Umayyah, hanya sedikit warganya yang lolos dari peristiwa tersebut, diantaranya
Abd al-Rahman yang dikenal dalam sejarah Abd al-Rahman al-Dakhil artinya Abd
al-Rahman yang lolos dari pembantaian bani Abbasyiah. Dengan kecerdikannya, ia
dapat mendirikan kerajaan baru di sana, dan menyebabkan Al-Manshur (pendiri
Daulah Abbasiyah) menjadi kagum dan memberinya gelar “Sakhar Quraisy” (garuda
kaum Quraisy).
Masa keamiran tahun 755-912 M. Masa ini dimulai ketika
Abd al-Rahman al-Dakhil, seorang keturunan bani Umayyah I yang berhasil
menyelamatkan diri dari pembunuhan yang dilakukan bani Abbas di Damaskus,
mengambil kekuasaan di Andalus pada masa Amir Yusuf al-Fihr. Ia kemudian
memproklamirkan berdirinya daulah Umayyah II di Andalus kelanjutan Umayyah I di
Damaskus.
2) Masa Kekhalifahan
Masa kekhalifahan tahun 912-1013 M, masa ini mencapai
puncaknya di bawah kekuasaan pemerintahan amir kedelapan, ‘Abd al-Rahman III
(912-961), orang pertama yang menyandang gelar Khalifah. Ia menggelari diri
dengan khalifah al-Nashir li Dinillah. Spanyol telah mencapai puncak
kejayaannya di bawah para penguasa daulah Umayyah, Abd al-Rahman III (912-961
M), al-Hakam II (961-976 M). Pada waktu itu, ibukota Cordova menyala bagaikan
cahaya kilau-kemilau di dalam gelapnya daratan Eropa dan dengan Baghdad dan
Konstantinopel dapat diperkerikakan sebagai salah satu daripada tiga pusat
peradaban dunia. Selama periode Umayyah, Cordova di Spanyol tetap menjadi
ibukota dan menikmati periode kemegahan yang tiada tandingannya, seperti
pesaingnya di Irak (Baghdad).
Awal dari kehancuran khilafah bani Umayyah di Spanyol
adalah ketika Hisyam II (976-1009 M), naik tahta dalam usia sebelas tahun. Oleh
karena itu kekuasaan aktual berada di tangan para pejabat. Pada tahun 981 M,
Khalifah menunjuk Ibn Abi amir sebagai pemegang kekuasaan secara mutlak. Dia
seorang yang ambisius yang berhasil menancapkan kekuasaannya dan melebarkan
wilayah kekuasaan Islam dengan menyingkirkan saingan-saingannya. Atas
keberhasilan tersebut, ia mendapat gelar al-Manshur Billah. Ia wafat pada tahun
1002 M dan digantikan oleh anaknya al-Muzaffar yang masih dapat mempertahankan
keunggulan kerajaan. Akan tetapi, setelah wafat pada tahun 1008 M, ia
digantikan oleh adiknya yang tidak memiliki kualitas bagi jabatan itu. Dalam
beberapa tahun saja, Negara yang tadinya makmur dilanda kekacauan dan akhirnya
kehancuran total.
Pada tahun 1009 M khalifah mengundurkan diri dan
beberapa orang yang dicoba untuk menduduki jabatan itu tidak ada yang sanggup
memperbaiki keadaan. Akhirnya pada tahun 1013 M, Dewan Menteri yang memerintah
Cordova menghapus jabatan Khalifah. Ketika itu, Spanyol sudah terpecah dalam
banyak sekali Negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu.
c) Periode ketiga
Periode ketiga ini antara tahun 1013-1492 M, ketika
umat Islam Andalus terpecah dan menjadi kerajaan-kerajaan kecil. Periode ini
dibagi menjadi tiga masa:
1) Masa
kerajaan-kerajaan kecil yang sifatnya lokal tahun 1013-1086 M. Pada masa ini,
Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh Negara kecil dibawah
pemerintahan raja-raja golongan, masa ini disebut Muluk al-Thawaif, yang
berpusat di suatu kota seperti Seville, Cordova, Toledo dan sebagainya. Pada
masa ini umat Islam Spanyol kembali memasuki masa pertikaian intern. Ironisnya,
kalau terjadi perang saudara, ada di antara pihak-pihak yang bertikai itu yang
meminta bantuan kepada raja-raja Kristen. Melihat kelemahan dan kekacauan
tersebut, orang-orang Kristen mulai mengambil inisiatif penyerangan. Meskipun
kehidupan politik tidak stabil, namun kehidupan intelektual terus berkembang
pada masa ini.
2) Masa antara
tahun 1086-1235 M, pada masa ini, Spanyol Islam meskipun masih terpecah dalam
beberapa Negara, tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan yaitu dinasti
Murabithun (1086-1143 M) dan dinasti Muwahhidun (1146-1235 M). Dinasti
Murabithun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan bangsa
Barbar di Afrika Utara dipimpin oleh Yusuf ibn Tasyfin. Dinasti ini datang ke
Andalus mengusir umat Kristen yang menyerang Sevilla pada tahun 1086 M, tetapi
menggabungkan Muluk al-Thawaif ke dalam dinasti yang dipimpinnya sampai
tahun 1143 M, ketika dinasti ini melemah digantikan oleh dinasti Barbar lain
Al-Muwahhidin (1146-1235 M). Dinasti ini datang ke Andalus dipimpin Abd
al-Mu’min. Pada masa putranya Abu ya’kub Yusuf bin Abd al-Mu’min (1163-1184 M)
Andalus mengalami masa kejayaan. Namun sepeninggal Sultan ini Al-Muwahhidin
mengalami kelemahan. Bersamaan dengan kelemahan yang dialami kaum muslimin,
gerakan reconquista atau pengambilan kembali wilayah-wilayah dari tangan
Muslim oleh pasukan Kristen telah dimulai yaitu ditandai dengan kekalahan kaum
Muslimin yang fatal di pertempuran Las Navas de Tolosa pada tahun 608 H/1212 M.
Kekalahan-kekalahan yang dialami Muwahhidun menyebabkan penguasanya memilih
untuk meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara tahun 1235 M. Dalam
kondisi demikian, umat Islam tidak mampu bertahan dari serangan-serangan
Kristen yang semakin besar. Tahun 1238 M Cordova jatuh ke tangan penguasa Kristen
dan Seville jatuh tahun 1248 M, seluruh Spanyol lepas dari kekuasan Islam, kecuali
Granada yang dikuasai oleh bani Ahmar sejak tahun 1232 M.
3) Masa antara
tahun 1232-1492, ketika umat Islam Andalus bertahan di wilayah Granada di bawah
kuasa dinasti bani Ahmar. Pendiri dinasti ini adalah Sultan Muhammad bin Yusuf
bergelar al-Nasr, oleh karena itu kerajaan ini disebut juga Nasriyyah. Kerajaan
ini merupakan kerajaan terakhir umat Islam Andalus yang berkuasa di wilayah
antara Almeria dan Gibraltar, pesisir Tenggara Andalus. Dinasti ini dapat
bertahan karena dilingkupi oleh bukit sebagai pertahanan dan mempunyai hubungan
yang dekat dengan negeri Islam Afrika Utara yang waktu itu di bawah kerajaan
Marin. Ditambah lagi Granada tempat berkumpulnya pelarian dan umat Islam dari
wilayah selain Andalus ketika wilayah itu dikuasai tentara Kristen. Oleh karena
itu, dinasti ini pernah mencapai kemajuan diantaranya membangun istana
Al-Hambra. Namun pada dekade terakhir abad XIV M dinasti ini telah lemah akibat
perebutan kekuasaan. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh kerajan Kristen yang
telah mempersatukan diri melalui pernikahan antara Isabella dari Aragon dengan
raja Ferdinand dari Castilla untuk bersama-sama merebut kerajaan Granada. Pada
tahun 1487 mereka dapat merebut Malaga, tahun 1489 menguasai Almeria, tahun
1492 menguasai Granada. Raja terakhir Granada, Abu Abdullah, melarikan diri ke
Afrika Utara.
Gerakan reconquista terus berlanjut. Tahun 1499
kerajaan Kristen Granada melakukan pemaksaan terhadap orang Islam untuk memeluk
Kristen, buku-buku tentang Islam dibakar. Tahun 1502 kerajaan Kristen ini
mengeluarkan perintah supaya orang Islam Granada keluar dari negeri itu kalau
tidak mau menukar agama menjadi Kristen. Umat Islam harus memilih antara masuk
Kristen atau keluar dari Andalus sebagai orang terusir. Maka banyak orang Islam
yang menyembunyikan keislamannya melahirkan kekristenannya. Timbul pula
pemberontakan-pemberontakan. Pada tahun 1596 sekali lagi orang Islam Granada
memberontak dibantu oleh kerajaan Ostmaniyah. Antara tahun 1604-1614 kira-kira
setengah juta orang Islam Spanyol pindah ke Afrika Utara. Ini merupakan
perpindahan terakhir umat Islam Spanyol. Sejak saat itu tak ada lagi umat Islam
di Andalus.
Setelah peristiwa itu, mereka hilang di mata dunia luar
dari panggung sejarah pada abad kesembilan Hijriah/ketujuh belas Masehi,
meskipun demikian, pengaruh Islam dan budayanya masih bisa dirasakan di Spanyol
sampai hari ini.
TES EVALUASI KOMPETENSI
Jawablah pertanyaan berikut dengan baik dan benar!
1. Pada tahun berapakah bangsa Romawi
dapat menguasai semenanjung Andalusia?
2. Bagaimanakah proses masukknya Islam
ke Andalusia pada tahun 133 M?
3. Sebutkan hasil Perkembangan
Islam periode klasik (zaman keemasan) pada tahun 650 M-1250 M!
4. Dalam proses penaklukan Spanyol
terdapat tiga orang pahlawan Islam yang berjasa, yang menyatukan pasukan.
Siapakah ketiga orang pahlawan tersebut?
2. Perkembangan Peradaban
Dalam masa lebih dari tujuh abad kekuasaan Islam di
Spanyol, umat Islam telah mencapai kejayaan di sana. Banyak prestasi yang
mereka peroleh, bahkan pengaruhnya membawa Eropa, bahkan dunia, kepada kemajuan
yang lebih kompleks.
A) Kemajuan
Intelektual
Spanyol adalah negeri yang subur.
Kesuburan itu mendatangkan penghasilan ekonomi yang tinggi dan pada gilirannya
banyak menghasilkan pemikir. Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat
majemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas Arab (Utara dan Selatan),
al-Muwalladun (orang-orang Spanyol yang masuk Islam), Barbar (umat Islam yang
berasal dari Afrika Utara), al-Shaqalibah (penduduk daerah antara
Konstantinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan dijual kepada
penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi, Kristen Muzareb yang
berbudaya Arab, dan Kristen yang masih menentang kehadiran Islam. Semua
komunitas itu, kecuali yang terakhir, memberikan saham intelektual terhadap
terbentuknya lingkungan budaya Andalus yang melahirkan Kebangkitan Ilmiah,
sastra, dan pembangunan fisik di Spanyol.
Di antara bukti bahwa kebudayaan Islam
memasuki Eropa dan mempunyai dampak terhadap kebudayaan-kebudayaan yang muncul
setelahnya ialah karya-karya yang diterjemahkan dari bahasa Arab ke dalam
bahasa Latin, Italia atau Ibrani. Karya-karya tersebut menghiasi
perpustakaan-perpustakaan Eropa. Karya-karya itu juga menjadi bukti sejauh mana
kemajuan ilmu pengetahuan yang dikembangkan kaum Muslimin. Adapun kemajuan ilmu
pengetahuan dan intelektual tersebut diantaranya adalah:
1)
Filsafat
Islam di Spanyol telah mencatat
satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Keagungan pengabdiannya kiranya
terletak pada alam filsafat dengan perannya sebagai jembatan penyeberangan yang
dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-12. Minat terhadap
filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M selama
pemerintahan penguasa Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad ibn Abd al-Rahman
(832-886 M).
Atas inisiatif al-Hakam II
(961-976 M), karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor dari Timur dalam jumlah
besar, sehingga Cordova dengan perpustakaan dan universitas-universitasnya
mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia Islam.
Apa yang dilakukan oleh para pemimpin dinasti Bani Umayyah di Spanyol ini
merupakan persiapan untuk melahirkan filosof-filosof besar pada masa sesudahnya.
Ilmu filsafat berkembang di
Spanyol dirintis oleh Bin Masarroh (883-931) dan berkembang pesat sesudah zaman
Umayyah II. Adapun tokoh-tokoh fisafat di
Spanyol tersebut adalah:
a.
Ibnu Bajjah
Tokoh utama pertama dalam sejarah
filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn al-Sayigh yang lebih dikenal
dengan Ibn Bajjah. Dilahirkan di Saragosa, ia pindah ke Sevilla dan Granada. Meninggal karena
keracunan di Fez tahun 1138 M dalam usia yang masih muda. Ibnu Bajjah dikenal
oleh orang Eropa dengan nama Avempace yaitu seorang filosuf, ilmuwan, dokter
dan mahir dalam seni musik. Dia telah menulis beraneka
karya mengenai semua masalah tersebut di atas. Dia adalah seorang pemikir
golongan perguruan Aristoteles dan menekankan bahwa sekira seorang melatih
nalarnya secara sempurna, dia akan sampai kepada kebenaran, meskipun tanpa
bantuan wahyu atau suatu perantaraan luaran lainnya.
Banyak karangannya dalam
beberapa bidang ilmu, salah satu karyanya yang terkenal adalah The Rule of
Solitary. Tetapi buku Ibnu Bajjah yang sangat berkesan adalah risalah yang
berbentuk surat yang filosofis “Ucapan Selamat Jalan” bagi seorang teman,
berjudul Ta’bir al-Mutawahhid yang membela ahli filsafat terhadap kritik
Al-Ghazali. Buku ini membayangkan jiwa manusia yang mungkin dapat kekal bila
padanya terdapat sifat-sifat yang sempurna.
b.
Ibnu Thufail
Tokoh utama kedua adalah Abu Bakr ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun kecil di
sebelah timur Granada dan wafat pada usia lanjut, tahun 1185 M. Ia banyak menulis masalah
kedokteran, astronomi dan filsafat. Karya filsafatnya yang sangat terkenal
adalah Hayyi ibn Yaqzhan. Dalam karyanya tersebut, ia menceritakan bahwa
bagaimanapun seorang anak yang waspada itu diasuh dalam suasana alam, jauh dari
pergaulan masyarakat, dia akan menemukan kembali Wujud Zat Yang Maha Kuasa,
dengan melatih nalar pembawaannya. Cerita yang
menyegarkan itu telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada tahun 1671 dan
menanam pengaruh yang berarti pada gambaran bentuk bakat Eropa modern.
c.
Ibnu Rusyd
Filosuf yang terbesar dari
semua filosuf abad-abad pertengahan, bagian akhir
abad ke-12 M menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar
di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Ibn Rusyd dari Cordova. Ia lahir
tahun 1126 M dan meninggal tahun 1198 M di Markesh (Marokko). Ia lebih
dikenal oleh orang Eropa dengan nama Averroes. Ciri khasnya adalah kecermatan
dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti
masalah-masalah menahun tentang keserasian filsafat dan agama. Dia juga ahli
fikih dengan karyanya Bidayah al- Mujtahid. Selain itu, bukunya yang terpenting
adalah “Tahafut al-Tahafut”, yang merupakan jawaban atas kitab Al-Gazali.
Di samping dikenal sebagai
ahli filsafat ia juga seorang astronomi, dokter dan komentator atas filsafat
Aristoteles, sehingga Para cendikiawan Eropa
menyebutnya “Seorang Komentator”, seperti halnya
menyebut Aristoteles “Sang Guru”. Sumbangan Ibnu Rusyd yang terbesar kepada
kedokteran adalah karangannya yang berupa ensklopedia, Al-Kulliyaat fit
Thibbi (pokok-pokok Umum dalam Ilmu Kedokteran; General Principle of
Medicine). Dalam buku ini ia mengatakan, bahwa tidak ada manusia yang
mendapatkan penyakit cacar dua kali, di samping menjelaskan fungsi retina.
2)
Sains
IImu-ilmu kedokteran, matematika,
astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang dengan baik. Dalam bidang kedokteran Andalusia juga mencapai kejayaannya. Cordova
sebagai salah satu pusat aktivitas medis telah melahirkan beberapa ilmuwan
terkemuka. Di antara ilmuwan yang banyak jasanya terhadap perkembangan ilmu
medis Islam ialah Ibnu Rusyd yang menghasilkan karya besar kitab Al-Kulliyaat
fit Thibbi, suatu kitab referensi yang dipakai selama berabad-abad di
Eropa. Abul Qasim Khalaf bin Abbas al-Zahrawi (Abulcasis of the West), lahir di
al-Zahra dekat Cordova pada tahun 936 dan meninggal sekitar tahun 1013.
Karyanya yang terpenting adalah ensklopedia kedokteran. Tokoh lain di bidang
kedokteran pada abad kesebelas adalah Ibnu Wafid (Abn Guefit) yang terkenal
karena jasanya dalam memperkembangkan metode rasional di dalam perawatan
berdasarkan ukuran diet atau pengaturan makanan. Di samping itu ada juga
tokoh lain yaitu Umm al-Hasan binti Abi Ja'far dan saudara perempuan al-Hafidz, merupakan dua orang ahli kedokteran dari
kalangan wanita.
Dalam bidang obat-obatan dikenal nama-nama seperti Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad al-Ghafiqi (wafat 1165),
dengan karyanya al-Adawiyah al-Mufradah (uraian tentang berbagai macam
obat) dan Abu Zakaria Yahya bin Awwam dengan karyanya yang berjudul al-Filahat
(uraian tentang berbagai macam obat). Ahmad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan.
Dalam bidang astronomi, bangsa
Arab di Spanyol mengembangkannya dengan mengikutsertakan pengetahuan muslimin
di Timur, hingga timbullah pembaharuan dari system Aristoteles. Dengan demikian, muncullah astronom-astronom Muslim yang
terkenal seperti Abul Qasim Maslama bin Ahmad al-Farabi al-Hasib al-Majrithi
seorang astronom yang juga ahli hitung, kedokteran dan kimia, dari Cordova,
yang meninggal sekitar tahun 1007 dan meninggalkan banyak karya, diantaranya Ta’diel
Al-Kawakib. Sedangkan astronom sesudahnya adalah Al-Zarqali, lengkapnya
Ibrahim Ibnu Al-Zarqali (1029-1087) dari Toledo, ia juga ahli nujum terkenal
pada masanya, Ibnu Aflah dari Sevilla, dan Nuruddin Abu Ishaq Al-Batruji
(Al-Petragius), murid Ibnu Thufail, yang termasyhur lewat bukunya Al-Hai’ah yang
mengungkapkan teori-teori baru mengenai perjalanan bintang. Abbas ibn Famas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ialah orang
pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu. Ibrahim ibn Yahya al-Naqqash
terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan waktu terjadinya gerhana
matahari dan menentukan berapa lamanya. Ia juga berhasil membuat teropong
modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang.
Dalam bidang sejarah, sejarawan pertama Andalus Ibnu Hayyan (wafat 1076),
sedang sejarawan terkenal adalah Ibnu Khaldun (1332-1406) dengan karyanya Muqadimah.
Meskipun ia lahir di Tunis, tetapi nenek moyangnya lama menetap di Sevilla. Ia
sendiri pernah tinggal di Granada.
Dalam bidang geografi,
dari Andalusia muncul nama-nama yang cemerlang seperti Ibnu Abdul
Aziz al-Bahri (wafat 1094) dengan karyanya al-Masalik al-Mamalik (tentang
geografi), al-Idrisi (1100-1166) dan Muhammad al-Mazini (1080-1170), seorang
ahli geografi yang terkenal wilayah Islam bagian barat juga melahirkan banyak
pemikir terkenal, seperti Abul Husain Muhammad bin Ahmad al-Kinani bin Jubair
dari Valencia (1145-1228 M) dengan karyanya Rihlah (suatu perjalanan),
ia juga menulis tentang negeri-negeri Muslim Mediterania dan Sicilia dan Ibn
Batuthah dari Tangier (1304-1377 M) mencapai Samudera Pasai dan Cina. Ibn
al-Khatib (1317-1374 M) menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn Khaldun dari
Tunis adalah perumus filsafat sejarah. Semua sejarawan di atas bertempat tinggal
di Spanyol, yang kemudian pindah ke Afrika. Itulah sebagian nama-nama besar
dalam bidang sains.
3)
Fikih, Tafsir, Hadis dan Tasawuf
Dalam bidang fikih,
Spanyol Islam dikenal sebagai penganut mazhab Maliki, yang
memperkenalkan mazhab ini di sana adalah Ziad ibn Abd al-Rahman. Perkembangan
selanjutnya ditentukan oleh Ibn Yahya yang menjadi Qadhi pada masa Hisyam Ibn
Abd al-Rahman. Ahli-ahli Fikih lainnya diantaranya adalah Abu Bakr ibn
al-Quthiyah, Ibnu Hazm yang menulis kitab al-Muhalla (tentang
fikih) dan al-Ihkam fi Usul Alahkam (tentang usul fikih), Munzir
bin Sa'id al-Baluthi (wafat 355 H) yang pernah menjadi hakim agung di masa
pemerintahan Abd al-Rahman III, dan Ibnu Rusyd dengan kitabnya Bidayatah al-Mujtahid
(permulaan bagi seorang mujtahid).
Dalam bidang tafsir Alquran,
Andalusia melahirkan nama-nama, antara lain Ibnu Atiah (wafat 546 H) dan al-Qurtubi (wafat 671 H). Dua
Mufassir (ahli tafsir) ini menggunakan metode penulisan at-Tabari yang dikenal
dengan Tafsir bi al-Ma’tsur.
Dalam bidang hadis,
terdapat para pakar seperti Ibnu Waddah bin Abdul Barr, al-Qadi bin Yahya
al-Laisi, Abdul Walid al-Baji, Abdul Walid bin Rusyd dan Abu Asim
yang menulis kitab at-Tuhfah (persembahan).
Dalam bidang tasawuf,
Andalusia memilki nama-nama seperti Muhyidin Ibnu Arabi
al-Andalusi, lahir pada tahun 1165 di Murcie dan meninggal pada tahun 1240 di
Damaskus, ia seorang Sufi ternama yang banyak menghasilkan karya tulis antara
lain al-Futuhat al-Makiyyah (Penaklukan Mekkah) dan terkenal dengan
paham Wahdatul Wujud (kesatuan wujud). Di kalangan Sufi ia
dikenal sebagai Syaikh al-Akbar (Sang
Guru Besar), ia seorang filosuf Sufi terbesar, berpengaruh di dunia
Muslim dengan perantaraan filsafatnya yang berbau mistik, yang paling umum pada
zaman pertengahan dan masih tetap menjadi faktor hayati di antara para Pirs (pertapa)
dan Syaikh tariqat mistik.
4)
Musik dan Kesenian
Dalam bidang musik dan
suara, Spanyol Islam mencapai kecemerlangan dengan tokohnya al-Hasan Ibn Nafi
yang dijuluki Zaryab. Setiap kali diselenggarakan
pertemuan dan jamuan, Zaryab selalu tampil mempertunjukkan kebolehannya. Ia
juga terkenal sebagai penggubah lagu. Ilmu yang dimiliknya itu diturunkan
kepada anak-anaknya baik pria maupun wanita, dan juga kepada budak-budak,
sehingga kemasyhurannya tersebar luas.
5)
Bahasa dan Sastra
Bahasa Arab telah menjadi bahasa
administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol. Hal itu dapat diterima oleh orang-orang Islam dan
non-Islam. Bahkan, penduduk asli Spanyol menomorduakan bahasa asli mereka.
Mereka juga banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab, baik keterampilan
berbicara maupun tata bahasa. Mereka itu antara lain: Ibn Sayyidih, Ibn Malik
pengarang Alfiyah, Ibn Khuruf, Ibn al-Hajj, Abu Ali al-Isybili, Abu
al-Hasan Ibn Usfur, dan Abu Hayyan al-Ghamathi. Seiring dengan kemajuan bahasa
itu, karya-karya sastra bermunculan, seperti Al-'Iqd al-Farid
karya Ibn Abd Rabbih, al-Dzakhirahji Mahasin Ahl al-Jazirah
oleh Ibn Bassam, Kitab al-Qalaid buah karya al-Fath ibn Khaqan,
dan banyak lagi yang lain.
Sejalan dengan perkembangan bahasa Arab, berkembang pula kesusastraan Arab yang dalam arti sempit,
disebut adab, baik dalam bentuk puisi maupun prosa. Di antara jenis prosa
adalah khithabnah, tarrasul, maupun karya fiksi lainnya. Menurut Amer
Ali ”Orang –arang Arab Andalusia adalah penyair-penyair alam”. Mereka
menemukan bermacam jenis puisi, yang kemudian dicontoh oleh orang-orang Kristen
di Eropa selatan.
B) Kemegahan Pembangunan Fisik
Aspek-aspek
pembangunan fisik yang mendapat perhatian ummat Islam di Andalusia sangat banyak, diantaranya:
a. Pembangunan Masjid, Istana, Perkotaan, Pertamanan dan Pemandian Umum.
Pembangunan-pembangunan fisik
yang paling menonjol adalah pembangunan gedung-gedung, seperti pembangunan
kota, istana, masjid, pemukiman, dan taman-taman. Diantara pembangunan yang
megah adalah masjid Cordova, kota al-Zahra, Istana Ja'fariyah di Saragosa,
tembok Toledo, istana al-Makmun, masjid Seville, dan istana al-Hambra di Granada.
Cordova adalah ibu kota Spanyol
sebelum Islam, yang kemudian diambil alih oleh Bani Umayyah. Oleh penguasa
muslim, kota ini dibangun dan diperindah. Jembatan besar dibangun di atas
sungai yang mengalir di tengah kota. Taman-taman dibangun untuk menghiasi ibu
kota Spanyol Islam itu. Pohon-pohon dan bunga-bunga diimpor dari Timur. Di seputar
ibu kota berdiri istana-istana yang megah yang semakin mempercantik
pemandangan, setiap istana dan taman diberi nama tersendiri dan di puncaknya
terpancang istana Damsik. Diantara kebanggaan kota Cordova lainnya adalah
masjid Cordova. Menurut ibn al-Dala'i, terdapat 491 masjid di sana. Disamping
itu, ciri khusus kota-kota Islam adalah adanya tempat-tempat pemandian. Di
Cordova saja terdapat sekitar 900 pemandian. Di sekitarnya berdiri
perkampungan-perkampungan yang indah. Karena air sungai tak dapat diminum,
penguasa muslim mendirikan saluran air dari pegunungan yang panjangnya 80 Km.
Granada adalah tempat pertahanan
terakhir ummat Islam di Spanyol. Di sana berkumpul sisa-sisa kekuatan Arab dan
pemikir Islam. Posisi Cordova diambil alih oleh Granada di masa-masa akhir
kekuasaan Islam di Spanyol. Arsitektur-arsitektur bangunannya terkenal di
seluruh Eropa. Istana al-Hambra yang indah dan megah adalah pusat dan puncak ketinggian arsitektur
Spanyol Islam. Istana itu dikelilingi taman-taman yang tidak kalah indahnya.
Kisah tentang kemajuan pembangunan fisik ini masih bisa diperpanjang dengan
kota, istana
al-Gazar, menara Girilda dan lain-lain. Pada abad
sepuluh, khalifah juga membangun sebuah kota kerajaan yakni Madinat
al-Zahrah, sebuah kota yang dihiasi dengan berbagai istana, pancuran air,
pertamanan yang megah menandingi keindahan komplek istana Baghdad.
b. Pembangunan Pertanian (tebu, tembakau dan lain-lain), Irigasi, Industri,
Perkapalan dan Perluasan Perdagangan.
Beberapa perkembangan baru yang didukung oleh kemakmuran
ekonomi pada abad kesembilan dan kesepuluh yaitu perkenalan dengan pertanian
irigasi yang didasarkan pada pola-pola negeri Timur mengantarkan pada
pembudidayaan sejumlah tanaman pertanian yang dapat diperjualkanbelikan,
meliputi buah ceri, buah apel, buah delima, ponoh ara, buah kurma, tebu, kapas
dan lain-lain. Tipe irigasi yang digunakan yaitu tipe irigasi Damaskus (membagi
pengairan kepada setiap petani sesuai ukuran tanah mereka masing-masing), tipe
irigasi Yamani (membagikan air berdasarkan batas waktu pengaliran tertentu)
yang diterapkan di wilayah oasis.
Dalam perdagangan, jalan-jalan dan pasar-pasar dibangun. Bidang pertanian demikian juga.
Sistem irigasi baru diperkenalkan kepada masyarakat Spanyol yang tidak mengenal
sebelumnya. Dam-dam, kanal-kanal, saluran sekunder, tersier, dan
jembatan-jembatan air didirikan.
Orang-orang Arab memperkenalkan pengaturan hidrolik untuk tujuan irigasi. Kalau dam digunakan untuk
mengecek curah air, waduk (kolam) dibuat untuk konservasi (penyimpanan air).
Pengaturan hidrolik itu dibangun dengan memperkenalkan roda air (water wheel) asal
Persia yang dinamakan naurah (Spanyol: Noria). Disamping itu, orang-orang Islam
juga memperkenalkan pertanian padi, perkebunan jeruk, kebun-kebun dan
taman-taman. Industri, disamping pertanian dan perdagangan, juga merupakan tulang punggung ekonomi Spanyol Islam.
Diantaranya adalah tekstil, kayu, kulit, logam, dan industri barang-barang
tembikar. Pada saat yang sama, Spanyol memasuki fase perdagangan
yang cerah lantaran hancurnya penguasaan armada Bizantium terhadap wilayah
barat Laut Tengah. Beberapa kota seperti Seville dan Cordova mengalami
kemakmuran lantaran melimpahnya produksi pertanian dan perdagangan
internasional.
c Faktor-faktor
Pendukung Kemajuan
Spanyol Islam, kemajuannya sangat
ditentukan oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa, yang mampu
mempersatukan kekuatan-kekuatan umat Islam, seperti Abd al-Rahman al-Dakhil,
Abd al-Rahman al-Wasith dan Abd al-Rahman al-Nashir. Keberhasilan politik
pemimpin-pemimpin tersebut ditunjang oleh kebijaksanaan penguasa-penguasa
lainnya yang memelopori kegiatan-kegiatan ilmiah yang terpenting diantara
penguasa dinasti Umayyah di Spanyol dalam hal ini adalah Muhammad ibn Abd
al-Rahman (852-886) dan al-Hakam II al-Muntashir (961-976).
Toleransi beragama ditegakkan
oleh para penguasa terhadap penganut agama Kristen dan Yahudi, sehingga mereka
ikut berpartisipasi mewujudkan peradaban Arab Islam di Spanyol. Untuk
orang-orang Kristen, sebagaimana juga orang-orang Yahudi, disediakan hakim
khusus yang menangani masalah sesuai dengan ajaran agama mereka masing-masing. Perpecahan politik pada masa Muluk al-
Thawa'if dan sesudahnya tidak menyebabkan mundurnya peradaban. Masa itu,
bahkan merupakan puncak kemajuan ilmu pengetahuan, kesenian, dan kebudayaan
Spanyol Islam. Setiap dinasti (raja) di Malaga, Toledo, Sevilla, Granada, dan
lain-lain berusaha menyaingi Cordova. Kalau sebelumnya Cordova merupakan
satu-satunya pusat ilmu dan peradaban Islam di Spanyol, Muluk al Thawa'if
berhasil mendirikan pusat-pusat peradaban baru yang diantaranya justru lebih
maju.
C. Penyebab Kemunduran dan Runtuhnya
Daulat Umayyah II
1. Penyebab Kemunduran Islam di Andalusia
adalah:
a. Konflik Islam dengan Kristen
Para penguasa Islam tidak
melakukan Islamisasi secara sempurna bahkan kehadiran Arab Islam telah
memperkuat rasa kebangsaan orang-orang Kristen Spanyol dan menyebabkan
kehidupan Negara Islam di Spanyol tidak pernah berhenti dari pertentangan
antara Islam dengan Kristen. Pada abad ke-11 M umat Kristen memperoleh kemajuan
pesat sementara umat Islam sedang mengalami kemunduran.
b. Tidak Adanya Ideologi Pemersatu
Di tempat-tempat lain para
muallaf diperlakukan sebagai orang Islam yang sederajat sedangkan di Spanyol
orang Arab tidak pernah menerima orang-orang pribumi. Hal itu menunjukan tidak
adanya ideologi yang dapat memberi makna persatuan, di samping itu kurangnya
figure yang dapat menjadi personifikasi ideologi.
c. Kesulitan Ekonomi
Para penguasa membangun kota dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat serius sehingga lalai membina
perekonomian. Akibatnya timbul masalah kesulitan ekonomi yang mempengaruhi
kondisi politik dan militer.
d. Sistem Peralihan Kekuasaan Yang Tidak Jelas
Hal ini menyebabkan perebutan
kekuasan diantara ahli waris, karena inilah kekuasaan Bani Umayyah runtuh dan Al-Muluk
Al-Thawaif muncul. Granada yang merupakan pusat
kekuasaan terakhir Islam Spanyol jatuh ke tangan Ferdinand dan Isabella juga
disebabkan oleh masalah ini.
e. Keterpencilan
Islam Spanyol terpencil dari
dunia Islam lainnya. Ia selalu berjuang sendirian tanpa bantuan kecuali dari
Afrika Utara. Dengan demikian tidak ada kekuatan alternatif yang mampu membendung kebangkitan Kristen di sana.
2. Runtuhnya Daulat Umayyah II di Andalusia
disebabkan:
1. Lemahnya Kekuasaan Bani Umayyah II dan Bangkitnya Kerajaan-Kerajaan Kecil
di Andalusia.
Menurut data sejarah, pada saat
itu kerajaan Islam di Spanyol terpecah-pecah menjadi kerajaan kecil.
Sepeninggal dinasti Umayyah, kerajaan di Spanyol menjadi 20 wilayah kerajaan
kecil. Kerajaan-kerajaan itu antara lain bani Ibad di Seville, bani Hamud di
Malaga, bani Zirry di Granada, bani Hud di Saragosa, dan yang terkenal adalah
bani Dzin Nun yang menguasai kota Toledo, Valensia, dan Marusa.
Raja-raja kecil ini sering
berebut kekuasaan, yang satu menghantam yang lain, sehingga kekuatan mereka
menjadi lemah, sedangkan pada saat yang sama, raja-raja Eropa bersatu. Raja
Al-Fonso VI dan Leon mengadakan kerjasama dengan Australia, Castilia dan
raja-raja lainnya. Mereka bersatu menghimpun kekuatan untuk menghancurkan kekuatan
Islam di Spanyol. Kekuatan baru inilah yang dapat menaklukkan kota Granada pada
tahun 898 H / 1492 M. Dengan jatuhnya
kota Granada, berakhirlah kekuasaan Islam Arab pada masa itu di Andalusia,
setelah mereka menguasai negeri itu selama delapan abad.
2. Timbulnya Semangat Orang-Orang Eropa Untuk Menguasai Kembali Andalusia.
Kekuatan Islam berlangsung dalam
waktu yang cukup lama, dan selama itu pula orang-orang Eropa mulai menyusun
kekuatannya untuk menghancurkan Islam. Pada saat kekuasaan Islam mulai melemah,
mereka segera menyusun kekuatan baru yang luar biasa. Serangan demi seranganpun
dilancarkan terhadap kekuasaan Islam, tetapi pada mulanya masih dapat
digagalkan.
Pada masa pemerintahan Bani Ahmar
(1232- 1492), khususnya pada masa pemerintahan Abd al-Rahman Al-Nasir, kekuatan
umat Islam dapat dipulihkan kembali. Akan tetapi menjelang akhir hayatnya, ia
mewariskan kekuasaan itu kepada adik kandungnya. Akibatnya Abu Abdullah
Muhammad sebagai anaknya merasa kecewa, dan menuntut balas terhadap ayahnya.
Dia mengadakan pemberontakan yang menewaskan sang ayah, tetapi kursi kerajaan
tetap pada pamannya. Abu Abdullah kembali menyusun rencana pemberontakan dengan
meminta bantuan penguasa Kristen Ferdinand dan Isabella. Permintaan itu
dikabulkan dan pamannya tewas terbunuh. Setelah itu, segudang hadiah yang
terdiri dari emas berlian, diserahkan kepada Ferdinand dan Isabella.
Tetapi para penguasa Kristen itu,
tidak merasa puas dengan hadiah. Bahkan mereka ingin merebut kekuasaan Abu
Abdullah dan mengenyahkan kekuasaan Islam dari tanah Spanyol. Rencana
penyerangan pun disusun, dan pada saat pasukan Abu Abdullah dikepung selama
beberapa hari, akhirnya Abu Abdullah menyerah tanpa syarat dan bersedia
hengkang dari bumi Spanyol pada tahun 1492 M. Dengan demikian, tamatlah sudah
riwayat perjuangan umat Islam di Andalusia. Pada saat yang bersamaan, penguasa
Eropa Kristen dengan leluasa menancapkan kakinya di bumi Andalusia setelah
selama delapan abad berada di tangan kaum Muslim.
D. Pengaruh Peradaban Islam Terhadap Renaissance Eropa
Kemajuan Eropa hingga saat ini
yang terus berkembang banyak dipengaruhi oleh khazanah ilmu pengetahuan islam
yang berkembang di periode klasik. Pengaruh peradaban Islam termasuk di
dalamnya pemikiran Ibnu Rusyd ke Eropa berawal dari banyaknya pemuda-pemuda
Kristen yang belajar di Universitas-universitas Islam di Spanyol seperti
Universitas Cordova, Seville, Malaga, Granada dan Samalanca. Selama belajar di
Spanyol mereka aktif menerjemahkan buku-buku karya ilmuan muslim. Pusat
penerjemahan itu adalah Toledo. Setelah pulang ke negerinya mereka mendirikan sekolah dan Universitas
yang sama. Universitas yang pertama di Eropa adalah Universitas paris yang
didirikan pada tahun 1231 M.Pengaruh ilmu pengetahuan islam atas Eropa yang
sudah berlangsung sejak abad ke-12 M itu menimbulkan gerakan kebangkitan
kembali (Renaissance) pusaka Yunani di Eropa pada abad ke-14 M. Berkembangnya
pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah melalui terjemahan-terjemahan Arab
yang dipelajari kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Latin.
Walaupun akhirnya Islam diusir
dari Spanyol dengan cara yang sangat kejam, tetapi ia telah membidani
gerakan-gerakan penting di Eropa. Gerakan itu adalah kebangkitan kembali
kebudayaan Yunani klasik (Renaissance) pada abad ke-14 M yang bermula di
Italia. Gerakan reformasi pada abad ke-16 M, Rasionalisme pada abad ke-17 M dan
pencerahan (Aufklaerung) pada abad ke-18 M.
Awal
berdirinya Bani Umayyah
(Tahun
661 M s.d 750 M)
Nama Bani Umayyah berasal dari nama “Umayyah Ibn Abdi Syams
Ibnu Abdi Manaf, yaitu salah seorang pemimpin-pemimpin kabilah Quraisy di zaman
Jahiliyah. Dinasti Umayyah didirikan oleh Mu’awiyah bin Aby Sufyan, dan
berkuasa sejak tahun 661 sampai tahun 750 Masehi dengan ibukota Damaskus. Ia juga
mengganti sistem pemerintahan muslim yang semula bersistem musyawarah
(demokrasi) menjadi sistem Monarchy Herdity (Kekuasaan turun-temurun).
Pendirian Bani Umayyah dilakukanya dengan cara menolak Ali
menjadi khalifah, berperang melawan Ali dan melakukan perdamaian (tahkim) dengan pihak Ali yang secara
politik menguntungkan Mu’awiyah. Keberuntungan Muawiyyah berikutnya adalah
keberhasilan pihak Khawarij membunuh khalifah Ali r.a. sehingga jabatan
khalifah setelah Ali dipegang oleh putranya yaitu Hasan ibn Ali selama beberapa
Bulan akan tyetapi karena tidak didukung pasukan yang kuat sedangkan pihak
Muawiyah semakin kuat akhirnya dia melakukan perjanjian dengan Hasan ibn Ali,
isi perjanjian itu adalah bahwa pergantian pemimpin akan di serahkan kepada
umat islam setelah masa kepemimpinan Muawiyah berakhir. Perjanjian ini dibuat
pada tahun 661 M (41 H.) dan tahun ini disebut ‘am jamaat, karena perjanjian ini mempersatukan umat islam menjadi
satu kepemimpinan politik yaitu kepemimpinan muawiyyah.
Dinasti Umayyah dibedakan menjadi dua: pertama, Dinasti umayyah yang dirintis oleh Muawiyah Bin Abi Sufyan
(661-680M) yang berpusat di Damaskus (Syiria). Fase ini berlangsung sekitar
satu abad yang mengubah system
pemerintahan dari khilafah menjadi monarki (mamlakat).
Kedua, Dinasti Umayah di Andalusia,
yang awalnya merupakan wilayah taklukan Umayyah yang di pimpin seorang gubernur
pada zaman Walid Bin Abdul Malik (86-96 H/705-715 M) yang kemudian menjadi kerajaan.
Pendidikan Islam pada masa Bani
Umayyah
Secara esensial, Pendidikan islam pada masa ini hampir sama
dengan pendidikan pada periode Khulafaur rasyidin. Namun pada masa bani umayyah
ini pendidikan islam lebih mengalami perkembangan yang cukup signifikan,
diantaranya dapat di uraikan pada pembahasan berikut:
1. Kurikulum Pendidikan Islam
pada masa Bani Umayyah
Pada masa
dinasti Umayyah pola pendidikan bersifat desentrasi.
Desentrasi artinya pendidikan tidak hanya terpusat di ibu kota Negara saja
tetapi sudah dikembangkan secara otonom di daerah yang telah dikuasai seiring
dengan ekspansi teritorial. Pada masa bani Umayyah, pakar pendidikan Islam
menggunakan kata Al-Maddah untuk pengertian kurikulum. Karena pada masa itu
kurikulum lebih identik dengan serangkaian mata pelajaran yang harus diberikan
pada murid dalam tingkat tertentu.
Sejalan dengan
perjalanan waktu pengertian kurikulum mulai berkembang dan cakupannya lebih
luas, yaitu mencakup segala aspek yang mempengaruhi pribadi siswa. Kurikulum
dalam pengertian yang modern ini mencakup tujuan, mata pelajaran, proses
belajar dan mengajar serta evaluasi. Berikut ini adalah macam-macam kurikulum
yang berkembang pada masa bani Umayyah:
a. Kurikulum Pendidikan Rendah
Terdapat
kesukaran ketika ingin membatasi mata pelajaran-mata pelajaran yang membentuk
kurikulum untuk semua tingkat pendidikan yang bermacam-macam. Pertama, karena tidak adanya kurikulum
yang terbatas, baik untuk tingkat rendah maupun untuk tingkat penghabisan,
kecuali Alquran yang terdapat pada kurikulum. Kedua, kesukaran diantara membedakan fase-fase pendidikan dan
lamanya belajar karena tidak ada masa tertentu yang mengikat murid-murid untuk
belajar pada setiap lembaga pendidikan. Sebelum berdirinya madrasah, tidak ada tingkatan
dalam pendidikan Islam, tetapi tidak hanya satu tingkat yang bermula di kuttab
dan berakhir di diskusi halaqah. Tidak ada kurikulum khusus yang diikuti oleh
seluruh umat Islam. Dilembaga kuttab biasanya diajarkan membaca dan menulis
disamping Alquran. Kadang diajarkan bahasa, nahwu, dan arudh.
b. Kurikulum Pendidikan Tinggi
Kurikulum pendidikan tinggi (halaqah) bervariasi tergantung
pada syaikh yang mau mengajar. Para mahasiswa tidak terikat untuk mempelajari
mata pelajaran tertentu, demikian juga guru tidak mewajibkan kepada mahasiswa
untuk mengikuti kurikulum tertentu. Mahasiswa bebas untuk mengikuti pelajaran
di sebuah halaqah dan berpindah dari sebuah halaqah ke halaqah yang lain,
bahkan dari satu kota ke kota lain. Menurut Rahman, pendidikan jenis ini
disebut pendidikan orang dewasa karena diberikan kepada orang banyak yang
tujuan utamanya adalah untuk mengajarkan mereka mengenai Alquran dan agama.
Kurikulum pendidikan tingkat ini dibagi kepada dua jurusan, jurusan ilmu-ilmu
agama (al-ulum al-naqliyah) dan jurusan ilmu pengetahuan (al-ulum al-aqliyah).
2. Metode-metode
pendidikan islam pada masa Bani Umayyah
Pendidikan
Islam di masa Dinasti Umayah tampaknya masih didominasi oleh metode bayani,
terutama selama abad I H di mana pendidikan bertumpu dan bersumber pada
nash-nash agama yang kala itu terdiri atas Alquran, sunnah, ijmak, dan fatwa
sahabat. Metode bayani dalam pendidikan Islam kala itu lebih bersifat
eksplanatif, yaitu sekedar menjelaskan ajaran-ajaran agama saja. Secara khusus,
metode ceramah dan demonstrasilah yang banyak digunakan dalam
institusi-institusi pendidikan yang ada di zaman itu Baru pada masa-masa akhir
pemerintahan Umayah metode burhani mulai berkembang di dunia Islam, seiring
dengan giatnya penerjemahan karya-karya filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab.
3. Lembaga
pendidikan islam pada masa Bani Umayyah
Lembaga
pendidikan Islam dimasa ini diklasifikasikan atas dasar muatan kurikulum yang
diajarkan. Dalam hal ini, kurikulumnya meliputi pengetahuan agama (Lembaga
pendidikan formal) dan pengetahuan umum
(non formal). Adapun lembaga pendidikan Islam yang ada sebelum kebangkitan
madrasah pada masa Bani Umayyah adalah sebagai berikut:
a) Shuffah, adalah suatu tempat yang telah
dipakai untuk aktivitas pendidikan. Biasanya tempat ini menyediakan tempat
pemondokan bagi pendatang baru dan mereka tergolong miskin. Disini para siswa
diajarkan membaca dan menghafal Alquran secara benar dan hukum Islam dibawah
bimbingan langsung dari nabi. Pada masa ini setidaknya telah ada sembilan
shuffah yang tersebar dikota Madinah. Dalam perkembangan berikutnya, sekolah
shuffah juga menawarkan pelajaran dasar-dasar berhitung, kedokteran, astronomi,
geneologi, dan ilmu fonetik.
b) Kuttab/Maktab,adalah Lembaga pendidikan Islam
tingkat dasar yang mengajarkan membaca dan menulis kemudian meningkat pada
pengajaran Alquran dan pengetahuan agama tingkat dasar.
c) Halaqah
artinya lingkaran. Artinya, proses
belajar mengajar di sini dilaksanakan di mana murid-murid melingkari gurunya.
Seorang guru biasanya duduk dilantai menerangkan, membacakan karangannya, atau
memberikan komentar atas karya pemikiran orang lain. Kegiatan halaqah ini bisa
terjadi di masjid atau di rumah-rumah. Kegiatan halaqah ini tidak khusus untuk
mengajarkan atau mendiskusikan ilmu agama, tetapi juga ilmu pengetahuan umum,
termasuk filsafat.
d) Majlis,
yang berarti sesi dimana aktivitas
pengajaran atau diskusi berlangsung. Ada beberapa macam majlis seperti; Majlis al-Hadits, majlis ini
diselenggarakan oleh ulama/guru yang ahli dalam bidang hadits. Majlis al-Tadris, majlis ini biasanya
menunjuk majlis selain dari pada hadist, seperti majlis fiqih, majlis nahwu,
atau majlis kalam. Majlis al-Syu’ara,
majlis ini adalah lembaga untuk belajar syair, dan sering dipakai untuk kontes
para ahli syair. Majlis al-Adab,
majlis ini adalah tempat untuk membahas masalah adab yang meliputi puisi,
silsilah, dan laporan bersejarah bagi orang-orang yang terkenal. Majlis al-Fatwa dan al-Nazar, majlis ini merupakan sarana pertemuan untuk mencari
keputusan suatu masalah dibidang hokum kemudian difatwakan.
e) Masjid, Semenjak berdirinya pada masa Nabi
Muhammad Saw, masjid telah menjadi pusat kegiatan dan informasi berbagai
masalah kaum Muslimin, baik yang menyangkut pendidikan maupun sosial ekonomi.
f) Khan,
berfungsi sebagai asrama untuk
murid-murid dari luar kota yang hendak belajar hukum Islam pada suatu masjid,
seperti khan yang dibangun oleh Di’lij ibn Ahmad ibn Di’lij di Suwaiqat Ghalib
dekat makam Suraij. Disamping fungsi itu, khan juga digunakan sebagai sarana
untuk belajar privat.
g) Badi’ah, Secara
harfiah badiah artinya dusun Badui di padang sahara yang di dalam
terdapat padang sahara yang didalam terdapat bahasa Arab yang masih fasih dan
murni sesuai dengan kaidah bahasa Arab. Lembaga Pendidikan ini muncul
seiring dengan kebijakan pemerintahan Bani Umayyah untuk melakukan program
Arabisasi yang digagas oleh khalifah Abdul Malik Ibn Marwan. Akibat dari
Arabisasi ini maka muncullah ilmu qawaid dan cabang ilmu lainnya
mempelajari bahasa Arab. Melaui pendidikan di Badiah ini,maka bahasa
Arab dapat sampai ke Irak, Syiria, Mesir, Lebanon, Tunisia, Al-Jazair, Maroko,
di samping Saudi Arabia, Yaman, Emirat Arab,dan sekitarnya. Dengan demikian
banyak para penguasa yang mengirim anaknya untuk belajar bahasa Arab ke Badiah.
Sedangkan
Madrasah-madrasah yang ada pada masa Bani Umayyah adalah sebagai berikut:
a. Madrasah Mekkah: Guru pertama yang mengajar di
Makkah, sesudah penduduk Mekkah takluk, ialah Mu’az bin Jabal. Ialah yang
mengajarkan Al Qur’an dan mana yang halal dan haram dalam Islam.
b. Madrasah Madinah: Madrasah Madinah lebih
termasyur dan lebih dalam ilmunya, karena di sanalah tempat tinggal
sahabat-sahabat nabi. Berarti disana banyak terdapat ulama-ulama terkemuka.
c. Madrasah Basrah: Ulama sahabat yang termasyur di
Basrah ialah Abu Musa Al-asy’ari dan Anas bin Malik. Abu Musa Al-Asy’ari adalah
ahli fiqih dan ahli hadist, serta ahli Al Qur’an. Sedangkan Abas bin Malik
termasyhur dalam ilmu hadis.
d. Madrasah Kufah: Madrasah Ibnu Mas’ud di Kufah
melahirkan enam orang ulama besar, yaitu: ‘Alqamah, Al-Aswad, Masroq, ‘Ubaidah,
Al-Haris bin Qais dan ‘Amr bin Syurahbil.
e. Madrasah Damsyik (Syam): Setelah negeri Syam
(Syria) menjadi sebagian negara Islam dan penduduknya banyak memeluk agama
Islam. Maka negeri Syam menjadi perhatian para Khilafah. Madrasah itu
melahirkan imam penduduk Syam, yaitu Abdurrahman Al-Auza’iy yang sederajat
ilmunya dengan Imam Malik dan Abu-Hanafiah.
f. Madrasah Fistat (Mesir): Setelah
Mesir menjadi negara Islam ia menjadi pusat ilmu-ilmu agama. Ulama yang
mula-mula madrasah madrasah di Mesir ialah Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘As, yaitu
di Fisfat (Mesir lama).
4. Ulama-ulama
tabi’in ahli tafsir pada masa Bani Umayyah
Ulama-ulama
tabi’in ahli tafsir, pada masa bani Umayyah yaitu: Mujahid, ‘Athak bin Abu
Rabah, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Masruq bin Al-Ajda. Ulama-ulama ahli Fiqh:
Ulama-ulama tabi’in Fiqih diantaranya adalah: Syuriah bin Al-Harits, ‘alqamah
bin Qais, Al-Aswad bin Yazid dan lain sebagainya.
5. Kebijakan
pemerintah pada masa Bani Umayyah
Para penguasa dan pemimpin Muslim memiliki
perhatian yang besar terhadap ilmu pengetahuan sejak masa khulafaur Rasyidin.
Mereka mendirikan dan menghidupi berbagai sarana penunjang ilmu pengetahuan dan
pendidikan, termasuk lembaga-lembaganya. As-Suffah yang menjadi model
pendidikan Islam ketika nabi berada di Madinah tersebar keluar madinah tersebar
luas keluar madinah sejalan dengan persebaran masjid. Di daerah-daerah baru
pada masa bani Umayyah dimana bahasa Arab bukan bahasa pertama dan Alquran belm
dikenal, pembangunan lembaga pendidikan Islam, seperti kuttab dan masjid
menjadi tujuan utama para khalifah dan gubernur, sehingga biaya
pembangunan ditanggung pemerintah.
Banyak sekali dana yang dialokasikan untuk mendirikan dan memelihara
sekolah-sekolah ini dengan cara memberikan beasiswa yang besar kepada murid
yang berhak menerimanya.