Rabu, 26 Maret 2014

Modul SKI Kelas XI



Memahami Perkembangan Islam periode klasik
(zaman keemasan) pada tahun 650 M-1250 M.

A.  Masuknya Islam di Andalusia
Pada tahun 133 M bangsa Romawi dapat menguasai semenanjung Andalusia, di masa pemerintahan Romawi tersebut masuk pulalah ke sana sejumlah besar bangsa Yahudi, kemudian pada abad kelima, bangsa Vandal menyerang semenanjung itu, sesudah itu pada permulaan abad keenam, bangsa Got menyerangnya pula dan mereka mengusir bangsa Vandal ke pantai Afrika. Demikianlah negeri-negeri di semenanjung itu didiami oleh penduduk yang berbeda-beda kebangsaan dan agamanya. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya permusuhan yang meruncing antara orang-orang Masehi dan Yahudi, dan seringkali orang Yahudi yang mengalami kekalahan. Sementara itu perebutan singgasana antara pangeran-pangeran di sana hampir-hampir tak henti-hentinya, lebih-lebih di masa sebelum terjadinya serangan kaum Muslimin ke sana. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan kaum Muslimin memandang ringan terhadap pemerintah dan kekuatan militer di negeri-negeri itu. Maka timbullah pikiran untuk melancarkan serangan ke daerah tersebut.
Kemudian datanglah suatu peluang yang baik untuk melaksanakan pikiran itu, yaitu ketika Roderik merebut singgasana Spanyol--setelah meninggalnya raja Got Barat “Witiza”--peristiwa ini menyebabkan putra-putra raja Witiza sangat marah dan mereka meninggalkan Spanyol pergi ke Afrika, di sana mereka mengadakan perjanjian persekutuan dengan kaum Muslimin. Begitu juga telah terjadi perselisihan antara Count Julian, di satu pihak dan Roderik di pihak lain. perselisihan ini kabarnya karena Roderik mencemarkan kehormatan puteri dari Julian, karena itu Julian ingin membalas dendam untuk membela kehormatan dan nama baiknya. Julian berusaha mendorong dan meminta kaum Muslimin untuk menyerbu ke Spanyol. Permintaan itu dimajukannya kepada Gubernur Islam di Afrika Utara yaitu Musa bin Nusair. Ia ditunjuk Khalifah al-Walid bin Abdul Malik (al-Walid I) 86 H/705 M, Khalifah keenam Dinasti umayyah, menjadi Gubernur Afrika Utara menggantikan Hasan. Demi menantang kezaliman dan membantu keadilan, Gubernur Musa memperkenankan permintaan itu, atas persetujuan dari Khalifah Walid bin Abdul Malik.
Dalam proses penaklukan Spanyol terdapat tiga orang pahlawan Islam yang berjasa memimpin satuan-satuan pasukan ke sana. Mereka adalah Tharif ibnu Malik. Thariq bin Ziyad dan Musa bin Nushair. Tharif ibnu Malik adalah orang yang pertama melakukan penyerbukan ke Spanyol dan dia dapat di sebut sebagai perintis dan penyelidik. Ia menyeberangi selat yang berada di antara Marokko dan benua Eropa itu dengan satu pasukan perang, lima ratus orang diantaranya adalah tentara berkuda, mereka menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian. Dalam penyerbuan itu Tharif  mendapat kemenangan dan kembali ke Afrika Utara membawa harta rampasan yang tidak sedikit jumlahnya.
 Keberhasilan dan sukses yang diperoleh Tharif ini mendorong Amir Qairawan untuk melakukan tindakan yang pasti, guna mendapatkan kekuasaan dan stabilitas di Andalus. Tugas berat ini diserahkannya kepada Thariq bin Ziyad. Maka berangkatlah Thariq memimpin 7.000 orang tentara yang terdiri dari bangsa Barbar dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim khalifah Al-Walid. Mereka menyeberangi selat itu dengan kapal-kapal yang disediakan oleh Julian. Thariq beserta pasukannya kemudian mendarat dan menempati suatu gunung yang sampai kini masih dikenal dengan namanya sendiri, yaitu “Jabal Thariq”(Gibraltar). Disanalah Thariq mempersiapkan satuan-satuannya untuk menyerbu semenanjung Andalusia yang luas dan makmur itu. Dalam pertempuran di suatu tempat yang bernama Bakkah, raja Roderik dapat dikalahkan. Dari situ Thariq dan pasukannya terus menaklukkan kota-kota penting seperti Cordova, Granada dan Toledo (ibukota kerajaan Goth saat itu). Sebelum Thariq menaklukkan kota Toledo, ia meminta tambahan pasukan kepada Musa bin Nushair di Afrika Utara. Musa mengirimkan tambahan pasukan sebanyak 5000 personel, sehingga jumlah pasukan Thariq seluruhnya 12.000 orang. Jumlah ini tidak sebanding dengan pasukan Gothik yang jauh lebih besar yaitu 100.000 orang.
Musa bin Nushair merasa perlu melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran dengan maksud membantu perjuangan Thariq. Dengan suatu pasukan yang besar, ia berangkat menyeberangi selat itu, dan satu persatu kota yang dilewatinya dapat ditaklukannya. Setelah Musa berhasil menaklukkan kota Sidonia, Karmona, Seville dan Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan Gothik, ia bergabung dengan Thariq  di Toledo. Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya, mulai dari Saragosa sampai Navarre. Berdasarkan referensi-referensi yang telah dibaca oleh penulis, bahwa kemenangan-kemenangan tersebut disebabkan oleh faktor eksternal dan internal yang sangat menguntungkan.
Faktor eksternalnya adalah suatu kondisi yang terdapat di dalam negeri Spanyol. Pada penaklukan Spanyol oleh umat Islam baik dalam bidang sosial, politik dan ekonomi, negeri ini berada dalam keadaan yang menyedihkan. Secara politik wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi ke dalam beberapa negeri kecil. Bersamaan dengan itu penguasa Ghotik bersikap tidak toleran terhadap agama-agama yang dianut oleh berbagai aliran. Adapun faktor internalnya adalah suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa, tokoh-tokoh pejuang dan para prajurit Islam yang terlibat dalam penaklukan wilayah Spanyol pada khususnya dan lebih penting lagi adalah ajaran Islam itu sendiri yang ditunjukan oleh tentara Islam yaitu sifat toleransi, persaudaraan dan tolong menolong. Sikap toleransi dan persaudaraan yang terdapat dalam pribadi kaum Muslimim menyebabkan penduduk Spanyol menyambut kehadiran Islam disana.

B.     Perkembangan Politik dan Peradaban
1.   Perkembangan Politik
Sejak pertama kali menginjakkan kaki di tanah Spanyol hingga jatuhnya kerajaan Islam terakhir di sana, Islam memainkan peranan yang sangat besar. Masa itu berlangsung lebih dari tujuh setengah abad. Sejarah panjang yang dilalui umat islam di Spanyol itu dapat di bagi menjadi beberapa periode:
a)   Periode Pertama (Gerakan Pembebasan)
Periode pertama ini antara tahun 711-755 M, Andalus diperintah oleh para wali yang diangkat oleh khalifah bani Umayah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum tercapai secara sempurna, gangguan-gangguan masih terjadi, baik datang dari dalam maupun dari luar. Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan di antara elit penguasa, terutama akibat perbedaan etnis dan golongan. Adapun gangguan dari luar datang dari sisa-sisa musuh Islam di Spanyol yang bertempat tinggal di daerah-daerah pegunungan yang memang tidak pernah tunduk kepada pemerintahan Islam.    
b)   Periode Kedua
Periode ini antara tahun 755-1013 M pada waktu Andalus dikuasai oleh daulah Umayyah II. Periode ini dibagi dua:
1)   Masa Keamiran
Pada masa ini, spanyol berada di bawah pemerintahan seorang yang bergelar amir (panglima atau gubernur) tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam, yang ketika itu dipegang oleh khalifah Abbasyiah di Baghdad.
Sebagaimana telah diceritakan dalam sejarah Islam bahwa  pada tahun 750 M kerajaan bani Umayyah dapat direbut oleh bani Abbasyiah. Naiknya bani Abbasyiah dalam tahta kerajaan diikuti dengan pembunuhan dan penumpasan terhadap keluarga bani Umayyah, hanya sedikit warganya yang lolos dari peristiwa tersebut, diantaranya Abd al-Rahman yang dikenal dalam sejarah Abd al-Rahman al-Dakhil artinya Abd al-Rahman yang lolos dari pembantaian bani Abbasyiah. Dengan kecerdikannya, ia dapat mendirikan kerajaan baru di sana, dan menyebabkan Al-Manshur (pendiri Daulah Abbasiyah) menjadi kagum dan memberinya gelar “Sakhar Quraisy” (garuda kaum Quraisy).
Masa keamiran tahun 755-912 M. Masa ini dimulai ketika Abd al-Rahman al-Dakhil, seorang keturunan bani Umayyah I yang berhasil menyelamatkan diri dari pembunuhan yang dilakukan bani Abbas di Damaskus, mengambil kekuasaan di Andalus pada masa Amir Yusuf al-Fihr. Ia kemudian memproklamirkan berdirinya daulah Umayyah II di Andalus kelanjutan Umayyah I di Damaskus.





2)   Masa Kekhalifahan
Masa kekhalifahan tahun 912-1013 M, masa ini mencapai puncaknya di bawah kekuasaan pemerintahan amir kedelapan, ‘Abd al-Rahman III (912-961), orang pertama yang menyandang gelar Khalifah. Ia menggelari diri dengan khalifah al-Nashir li Dinillah. Spanyol telah mencapai puncak kejayaannya di bawah para penguasa daulah Umayyah, Abd al-Rahman III (912-961 M), al-Hakam II (961-976 M). Pada waktu itu, ibukota Cordova menyala bagaikan cahaya kilau-kemilau di dalam gelapnya daratan Eropa dan dengan Baghdad dan Konstantinopel dapat diperkerikakan sebagai salah satu daripada tiga pusat peradaban dunia. Selama periode Umayyah, Cordova di Spanyol tetap menjadi ibukota dan menikmati periode kemegahan yang tiada tandingannya, seperti pesaingnya di Irak (Baghdad).
Awal dari kehancuran khilafah bani Umayyah di Spanyol adalah ketika Hisyam II (976-1009 M), naik tahta dalam usia sebelas tahun. Oleh karena itu kekuasaan aktual berada di tangan para pejabat. Pada tahun 981 M, Khalifah menunjuk Ibn Abi amir sebagai pemegang kekuasaan secara mutlak. Dia seorang yang ambisius yang berhasil menancapkan kekuasaannya dan melebarkan wilayah kekuasaan Islam dengan menyingkirkan saingan-saingannya. Atas keberhasilan tersebut, ia mendapat gelar al-Manshur Billah. Ia wafat pada tahun 1002 M dan digantikan oleh anaknya al-Muzaffar yang masih dapat mempertahankan keunggulan kerajaan. Akan tetapi, setelah wafat pada tahun 1008 M, ia digantikan oleh adiknya yang tidak memiliki kualitas bagi jabatan itu. Dalam beberapa tahun saja, Negara yang tadinya makmur dilanda kekacauan dan akhirnya kehancuran total.
Pada tahun 1009 M khalifah mengundurkan diri dan beberapa orang yang dicoba untuk menduduki jabatan itu tidak ada yang sanggup memperbaiki keadaan. Akhirnya pada tahun 1013 M, Dewan Menteri yang memerintah Cordova menghapus jabatan Khalifah. Ketika itu, Spanyol sudah terpecah dalam banyak sekali Negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu.

c)   Periode ketiga
Periode ketiga ini antara tahun 1013-1492 M, ketika umat Islam Andalus terpecah dan menjadi kerajaan-kerajaan kecil. Periode ini dibagi menjadi tiga masa:
1)    Masa kerajaan-kerajaan kecil yang sifatnya lokal tahun 1013-1086 M. Pada masa ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh Negara kecil dibawah pemerintahan raja-raja golongan, masa ini disebut Muluk al-Thawaif, yang berpusat di suatu kota seperti Seville, Cordova, Toledo dan sebagainya. Pada masa ini umat Islam Spanyol kembali memasuki masa pertikaian intern. Ironisnya, kalau terjadi perang saudara, ada di antara pihak-pihak yang bertikai itu yang meminta bantuan kepada raja-raja Kristen. Melihat kelemahan dan kekacauan tersebut, orang-orang Kristen mulai mengambil inisiatif penyerangan. Meskipun kehidupan politik tidak stabil, namun kehidupan intelektual terus berkembang pada masa ini.



2)    Masa antara tahun 1086-1235 M, pada masa ini, Spanyol Islam meskipun masih terpecah dalam beberapa Negara, tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan yaitu dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan dinasti Muwahhidun (1146-1235 M). Dinasti Murabithun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan bangsa Barbar di Afrika Utara dipimpin oleh Yusuf ibn Tasyfin. Dinasti ini datang ke Andalus mengusir umat Kristen yang menyerang Sevilla pada tahun 1086 M, tetapi menggabungkan Muluk al-Thawaif ke dalam dinasti yang dipimpinnya sampai tahun 1143 M, ketika dinasti ini melemah digantikan oleh dinasti Barbar lain Al-Muwahhidin (1146-1235 M). Dinasti ini datang ke Andalus dipimpin Abd al-Mu’min. Pada masa putranya Abu ya’kub Yusuf bin Abd al-Mu’min (1163-1184 M) Andalus mengalami masa kejayaan. Namun sepeninggal Sultan ini Al-Muwahhidin mengalami kelemahan. Bersamaan dengan kelemahan yang dialami kaum muslimin, gerakan reconquista atau pengambilan kembali wilayah-wilayah dari tangan Muslim oleh pasukan Kristen telah dimulai yaitu ditandai dengan kekalahan kaum Muslimin yang fatal di pertempuran Las Navas de Tolosa pada tahun 608 H/1212 M. Kekalahan-kekalahan yang dialami Muwahhidun menyebabkan penguasanya memilih untuk meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara tahun 1235 M. Dalam kondisi demikian, umat Islam tidak mampu bertahan dari serangan-serangan Kristen yang semakin besar. Tahun 1238 M Cordova jatuh ke tangan penguasa Kristen dan Seville jatuh tahun 1248 M, seluruh Spanyol lepas dari kekuasan Islam, kecuali Granada yang dikuasai oleh bani Ahmar sejak tahun 1232 M.

3)    Masa antara tahun 1232-1492, ketika umat Islam Andalus bertahan di wilayah Granada di bawah kuasa dinasti bani Ahmar. Pendiri dinasti ini adalah Sultan Muhammad bin Yusuf bergelar al-Nasr, oleh karena itu kerajaan ini disebut juga Nasriyyah. Kerajaan ini merupakan kerajaan terakhir umat Islam Andalus yang berkuasa di wilayah antara Almeria dan Gibraltar, pesisir Tenggara Andalus. Dinasti ini dapat bertahan karena dilingkupi oleh bukit sebagai pertahanan dan mempunyai hubungan yang dekat dengan negeri Islam Afrika Utara yang waktu itu di bawah kerajaan Marin. Ditambah lagi Granada tempat berkumpulnya pelarian dan umat Islam dari wilayah selain Andalus ketika wilayah itu dikuasai tentara Kristen. Oleh karena itu, dinasti ini pernah mencapai kemajuan diantaranya membangun istana Al-Hambra. Namun pada dekade terakhir abad XIV M dinasti ini telah lemah akibat perebutan kekuasaan. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh kerajan Kristen yang telah mempersatukan diri melalui pernikahan antara Isabella dari Aragon dengan raja Ferdinand dari Castilla untuk bersama-sama merebut kerajaan Granada. Pada tahun 1487 mereka dapat merebut Malaga, tahun 1489 menguasai Almeria, tahun 1492 menguasai Granada. Raja terakhir Granada, Abu Abdullah, melarikan diri ke Afrika Utara.



Gerakan reconquista terus berlanjut. Tahun 1499 kerajaan Kristen Granada melakukan pemaksaan terhadap orang Islam untuk memeluk Kristen, buku-buku tentang Islam dibakar. Tahun 1502 kerajaan Kristen ini mengeluarkan perintah supaya orang Islam Granada keluar dari negeri itu kalau tidak mau menukar agama menjadi Kristen. Umat Islam harus memilih antara masuk Kristen atau keluar dari Andalus sebagai orang terusir. Maka banyak orang Islam yang menyembunyikan keislamannya melahirkan kekristenannya. Timbul pula pemberontakan-pemberontakan. Pada tahun 1596 sekali lagi orang Islam Granada memberontak dibantu oleh kerajaan Ostmaniyah. Antara tahun 1604-1614 kira-kira setengah juta orang Islam Spanyol pindah ke Afrika Utara. Ini merupakan perpindahan terakhir umat Islam Spanyol. Sejak saat itu tak ada lagi umat Islam di Andalus.
Setelah peristiwa itu, mereka hilang di mata dunia luar dari panggung sejarah pada abad kesembilan Hijriah/ketujuh belas Masehi, meskipun demikian, pengaruh Islam dan budayanya masih bisa dirasakan di Spanyol sampai hari ini.





TES EVALUASI KOMPETENSI
Jawablah pertanyaan berikut dengan baik dan benar!
1.     Pada tahun berapakah bangsa Romawi dapat menguasai semenanjung Andalusia?
2.     Bagaimanakah proses masukknya Islam ke Andalusia pada tahun 133 M?
3.     Sebutkan hasil Perkembangan Islam periode klasik (zaman keemasan) pada tahun 650 M-1250 M!
4.     Dalam proses penaklukan Spanyol terdapat tiga orang pahlawan Islam yang berjasa, yang menyatukan pasukan. Siapakah ketiga orang pahlawan tersebut?















2.   Perkembangan Peradaban
Dalam masa lebih dari tujuh abad kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam telah mencapai kejayaan di sana. Banyak prestasi yang mereka peroleh, bahkan pengaruhnya membawa Eropa, bahkan dunia, kepada kemajuan yang lebih kompleks.

A)   Kemajuan Intelektual
Spanyol adalah negeri yang subur. Kesuburan itu mendatangkan penghasilan ekonomi yang tinggi dan pada gilirannya banyak menghasilkan pemikir. Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas Arab (Utara dan Selatan), al-Muwalladun (orang-orang Spanyol yang masuk Islam), Barbar (umat Islam yang berasal dari Afrika Utara), al-Shaqalibah (penduduk daerah antara Konstantinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan dijual kepada penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi, Kristen Muzareb yang berbudaya Arab, dan Kristen yang masih menentang kehadiran Islam. Semua komunitas itu, kecuali yang terakhir, memberikan saham intelektual terhadap terbentuknya lingkungan budaya Andalus yang melahirkan Kebangkitan Ilmiah, sastra, dan pembangunan fisik di Spanyol.
Di antara bukti bahwa kebudayaan Islam memasuki Eropa dan mempunyai dampak terhadap kebudayaan-kebudayaan yang muncul setelahnya ialah karya-karya yang diterjemahkan dari bahasa Arab ke dalam bahasa Latin, Italia atau Ibrani. Karya-karya tersebut menghiasi perpustakaan-perpustakaan Eropa. Karya-karya itu juga menjadi bukti sejauh mana kemajuan ilmu pengetahuan yang dikembangkan kaum Muslimin. Adapun kemajuan ilmu pengetahuan dan intelektual tersebut diantaranya  adalah:
1)   Filsafat
Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Keagungan pengabdiannya kiranya terletak pada alam filsafat dengan perannya sebagai jembatan penyeberangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-12. Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M selama pemerintahan penguasa Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad ibn Abd al-Rahman (832-886 M).
Atas inisiatif al-Hakam II (961-976 M), karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor dari Timur dalam jumlah besar, sehingga Cordova dengan perpustakaan dan universitas-universitasnya mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia Islam. Apa yang dilakukan oleh para pemimpin dinasti Bani Umayyah di Spanyol ini merupakan persiapan untuk melahirkan filosof-filosof besar pada masa sesudahnya.













Ilmu filsafat berkembang di Spanyol dirintis oleh Bin Masarroh (883-931) dan berkembang pesat sesudah zaman Umayyah II. Adapun tokoh-tokoh fisafat di Spanyol tersebut adalah:
a.     Ibnu Bajjah
Tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah. Dilahirkan di Saragosa, ia pindah ke Sevilla dan Granada. Meninggal karena keracunan di Fez tahun 1138 M dalam usia yang masih muda. Ibnu Bajjah dikenal oleh orang Eropa dengan nama Avempace yaitu seorang filosuf, ilmuwan, dokter dan mahir dalam seni musik. Dia telah menulis beraneka karya mengenai semua masalah tersebut di atas. Dia adalah seorang pemikir golongan perguruan Aristoteles dan menekankan bahwa sekira seorang melatih nalarnya secara sempurna, dia akan sampai kepada kebenaran, meskipun tanpa bantuan wahyu atau suatu perantaraan luaran lainnya.
Banyak karangannya dalam beberapa bidang ilmu, salah satu karyanya yang terkenal adalah The Rule of Solitary. Tetapi buku Ibnu Bajjah yang sangat berkesan adalah risalah yang berbentuk surat yang filosofis “Ucapan Selamat Jalan” bagi seorang teman, berjudul Ta’bir al-Mutawahhid yang membela ahli filsafat terhadap kritik Al-Ghazali. Buku ini membayangkan jiwa manusia yang mungkin dapat kekal bila padanya terdapat sifat-sifat yang sempurna.

b.    Ibnu Thufail
Tokoh utama kedua adalah Abu Bakr ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun kecil di sebelah timur Granada dan wafat pada usia lanjut, tahun 1185 M. Ia banyak menulis masalah kedokteran, astronomi dan filsafat. Karya filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hayyi ibn Yaqzhan. Dalam karyanya tersebut, ia menceritakan bahwa bagaimanapun seorang anak yang waspada itu diasuh dalam suasana alam, jauh dari pergaulan masyarakat, dia akan menemukan kembali Wujud Zat Yang Maha Kuasa, dengan melatih nalar pembawaannya. Cerita yang menyegarkan itu telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada tahun 1671 dan menanam pengaruh yang berarti pada gambaran bentuk bakat Eropa modern.

c.     Ibnu Rusyd
Filosuf yang terbesar dari semua filosuf abad-abad pertengahan, bagian akhir abad ke-12 M menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Ibn Rusyd dari Cordova. Ia lahir tahun 1126 M dan meninggal tahun 1198 M di Markesh (Marokko). Ia lebih dikenal oleh orang Eropa dengan nama Averroes. Ciri khasnya adalah kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah menahun tentang keserasian filsafat dan agama. Dia juga ahli fikih dengan karyanya Bidayah al- Mujtahid. Selain itu, bukunya yang terpenting adalah “Tahafut al-Tahafut”, yang merupakan jawaban atas kitab Al-Gazali.










Di samping dikenal sebagai ahli filsafat ia juga seorang astronomi, dokter dan komentator atas filsafat Aristoteles, sehingga Para cendikiawan Eropa menyebutnya “Seorang Komentator”, seperti halnya menyebut Aristoteles “Sang Guru”. Sumbangan Ibnu Rusyd yang terbesar kepada kedokteran adalah karangannya yang berupa ensklopedia, Al-Kulliyaat fit Thibbi (pokok-pokok Umum dalam Ilmu Kedokteran; General Principle of Medicine). Dalam buku ini ia mengatakan, bahwa tidak ada manusia yang mendapatkan penyakit cacar dua kali, di samping menjelaskan fungsi retina.
2)   Sains
IImu-ilmu kedokteran, matematika, astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang dengan baik. Dalam bidang kedokteran Andalusia juga mencapai kejayaannya. Cordova sebagai salah satu pusat aktivitas medis telah melahirkan beberapa ilmuwan terkemuka. Di antara ilmuwan yang banyak jasanya terhadap perkembangan ilmu medis Islam ialah Ibnu Rusyd yang menghasilkan karya besar kitab Al-Kulliyaat fit Thibbi, suatu kitab referensi yang dipakai selama berabad-abad di Eropa. Abul Qasim Khalaf bin Abbas al-Zahrawi (Abulcasis of the West), lahir di al-Zahra dekat Cordova pada tahun 936 dan meninggal sekitar tahun 1013. Karyanya yang terpenting adalah ensklopedia kedokteran. Tokoh lain di bidang kedokteran pada abad kesebelas adalah Ibnu Wafid (Abn Guefit) yang terkenal karena jasanya dalam memperkembangkan metode rasional di dalam perawatan berdasarkan ukuran diet atau pengaturan makanan. Di samping itu ada juga tokoh lain yaitu Umm al-Hasan binti Abi Ja'far dan saudara perempuan al-Hafidz, merupakan dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita.
Dalam bidang obat-obatan dikenal nama-nama seperti Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad al-Ghafiqi (wafat 1165), dengan karyanya al-Adawiyah al-Mufradah (uraian tentang berbagai macam obat) dan Abu Zakaria Yahya bin Awwam dengan karyanya yang berjudul al-Filahat (uraian tentang berbagai macam obat). Ahmad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan.
Dalam bidang astronomi, bangsa Arab di Spanyol mengembangkannya dengan mengikutsertakan pengetahuan muslimin di Timur, hingga timbullah pembaharuan dari system Aristoteles. Dengan demikian, muncullah astronom-astronom Muslim yang terkenal seperti Abul Qasim Maslama bin Ahmad al-Farabi al-Hasib al-Majrithi seorang astronom yang juga ahli hitung, kedokteran dan kimia, dari Cordova, yang meninggal sekitar tahun 1007 dan meninggalkan banyak karya, diantaranya Ta’diel Al-Kawakib. Sedangkan astronom sesudahnya adalah Al-Zarqali, lengkapnya Ibrahim Ibnu Al-Zarqali (1029-1087) dari Toledo, ia juga ahli nujum terkenal pada masanya, Ibnu Aflah dari Sevilla, dan Nuruddin Abu Ishaq Al-Batruji (Al-Petragius), murid Ibnu Thufail, yang termasyhur lewat bukunya Al-Hai’ah yang mengungkapkan teori-teori baru mengenai perjalanan bintang. Abbas ibn Famas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ialah orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu. Ibrahim ibn Yahya al-Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. Ia juga berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang.







Dalam bidang sejarah, sejarawan pertama Andalus Ibnu Hayyan (wafat 1076), sedang sejarawan terkenal adalah Ibnu Khaldun (1332-1406) dengan karyanya Muqadimah. Meskipun ia lahir di Tunis, tetapi nenek moyangnya lama menetap di Sevilla. Ia sendiri pernah tinggal di Granada.
Dalam bidang geografi, dari Andalusia muncul nama-nama yang cemerlang seperti Ibnu Abdul Aziz al-Bahri (wafat 1094) dengan karyanya al-Masalik al-Mamalik (tentang geografi), al-Idrisi (1100-1166) dan Muhammad al-Mazini (1080-1170), seorang ahli geografi yang terkenal  wilayah Islam bagian barat juga melahirkan banyak pemikir terkenal, seperti Abul Husain Muhammad bin Ahmad al-Kinani bin Jubair dari Valencia (1145-1228 M) dengan karyanya Rihlah (suatu perjalanan), ia juga menulis tentang negeri-negeri Muslim Mediterania dan Sicilia dan Ibn Batuthah dari Tangier (1304-1377 M) mencapai Samudera Pasai dan Cina. Ibn al-Khatib (1317-1374 M) menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn Khaldun dari Tunis adalah perumus filsafat sejarah. Semua sejarawan di atas bertempat tinggal di Spanyol, yang kemudian pindah ke Afrika. Itulah sebagian nama-nama besar dalam bidang sains.
3)   Fikih, Tafsir, Hadis dan Tasawuf
Dalam bidang fikih, Spanyol Islam dikenal sebagai penganut mazhab Maliki, yang memperkenalkan mazhab ini di sana adalah Ziad ibn Abd al-Rahman. Perkembangan selanjutnya ditentukan oleh Ibn Yahya yang menjadi Qadhi pada masa Hisyam Ibn Abd al-Rahman. Ahli-ahli Fikih lainnya diantaranya adalah Abu Bakr ibn al-Quthiyah, Ibnu Hazm yang menulis kitab al-Muhalla (tentang fikih) dan al-Ihkam fi Usul Alahkam (tentang usul fikih), Munzir bin Sa'id al-Baluthi (wafat 355 H) yang pernah menjadi hakim agung di masa pemerintahan Abd al-Rahman III, dan Ibnu Rusyd dengan kitabnya Bidayatah al-Mujtahid (permulaan bagi seorang mujtahid).
Dalam bidang tafsir Alquran, Andalusia melahirkan nama-nama, antara lain Ibnu Atiah (wafat 546 H) dan al-Qurtubi (wafat 671 H). Dua Mufassir (ahli tafsir) ini menggunakan metode penulisan at-Tabari yang dikenal dengan Tafsir bi al-Ma’tsur.
Dalam bidang hadis, terdapat para pakar seperti Ibnu Waddah bin Abdul Barr, al-Qadi bin Yahya al-Laisi, Abdul Walid al-Baji, Abdul Walid bin Rusyd dan Abu Asim yang menulis kitab at-Tuhfah (persembahan).
Dalam bidang tasawuf, Andalusia memilki nama-nama seperti Muhyidin Ibnu Arabi al-Andalusi, lahir pada tahun 1165 di Murcie dan meninggal pada tahun 1240 di Damaskus, ia seorang Sufi ternama yang banyak menghasilkan karya tulis antara lain al-Futuhat al-Makiyyah (Penaklukan Mekkah) dan terkenal dengan paham Wahdatul Wujud (kesatuan wujud). Di kalangan Sufi ia dikenal sebagai  Syaikh al-Akbar (Sang Guru Besar), ia seorang filosuf Sufi terbesar, berpengaruh di dunia Muslim dengan perantaraan filsafatnya yang berbau mistik, yang paling umum pada zaman pertengahan dan masih tetap menjadi faktor hayati di antara para Pirs (pertapa) dan Syaikh tariqat mistik.
4)   Musik dan Kesenian
Dalam bidang musik dan suara, Spanyol Islam mencapai kecemerlangan dengan tokohnya al-Hasan Ibn Nafi yang dijuluki Zaryab. Setiap kali diselenggarakan pertemuan dan jamuan, Zaryab selalu tampil mempertunjukkan kebolehannya. Ia juga terkenal sebagai penggubah lagu. Ilmu yang dimiliknya itu diturunkan kepada anak-anaknya baik pria maupun wanita, dan juga kepada budak-budak, sehingga kemasyhurannya tersebar luas.






5)   Bahasa dan Sastra
Bahasa Arab telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol. Hal itu dapat diterima oleh orang-orang Islam dan non-Islam. Bahkan, penduduk asli Spanyol menomorduakan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab, baik keterampilan berbicara maupun tata bahasa. Mereka itu antara lain: Ibn Sayyidih, Ibn Malik pengarang Alfiyah, Ibn Khuruf, Ibn al-Hajj, Abu Ali al-Isybili, Abu al-Hasan Ibn Usfur, dan Abu Hayyan al-Ghamathi. Seiring dengan kemajuan bahasa itu, karya-karya sastra bermunculan, seperti Al-'Iqd al-Farid karya Ibn Abd Rabbih, al-Dzakhirahji Mahasin Ahl al-Jazirah oleh Ibn Bassam, Kitab al-Qalaid buah karya al-Fath ibn Khaqan, dan banyak lagi yang lain.
Sejalan dengan perkembangan bahasa Arab, berkembang pula kesusastraan Arab yang dalam arti sempit, disebut adab, baik dalam bentuk puisi maupun prosa. Di antara jenis prosa adalah khithabnah, tarrasul, maupun karya fiksi lainnya. Menurut Amer Ali ”Orang –arang Arab Andalusia adalah penyair-penyair alam. Mereka menemukan bermacam jenis puisi, yang kemudian dicontoh oleh orang-orang Kristen di Eropa selatan.

B)   Kemegahan Pembangunan Fisik
Aspek-aspek pembangunan fisik yang mendapat perhatian ummat Islam di Andalusia sangat banyak, diantaranya:
a.    Pembangunan Masjid, Istana, Perkotaan, Pertamanan dan Pemandian Umum.
Pembangunan-pembangunan fisik yang paling menonjol adalah pembangunan gedung-gedung, seperti pembangunan kota, istana, masjid, pemukiman, dan taman-taman. Diantara pembangunan yang megah adalah masjid Cordova, kota al-Zahra, Istana Ja'fariyah di Saragosa, tembok Toledo, istana al-Makmun, masjid Seville, dan istana al-Hambra di Granada.
Cordova adalah ibu kota Spanyol sebelum Islam, yang kemudian diambil alih oleh Bani Umayyah. Oleh penguasa muslim, kota ini dibangun dan diperindah. Jembatan besar dibangun di atas sungai yang mengalir di tengah kota. Taman-taman dibangun untuk menghiasi ibu kota Spanyol Islam itu. Pohon-pohon dan bunga-bunga diimpor dari Timur. Di seputar ibu kota berdiri istana-istana yang megah yang semakin mempercantik pemandangan, setiap istana dan taman diberi nama tersendiri dan di puncaknya terpancang istana Damsik. Diantara kebanggaan kota Cordova lainnya adalah masjid Cordova. Menurut ibn al-Dala'i, terdapat 491 masjid di sana. Disamping itu, ciri khusus kota-kota Islam adalah adanya tempat-tempat pemandian. Di Cordova saja terdapat sekitar 900 pemandian. Di sekitarnya berdiri perkampungan-perkampungan yang indah. Karena air sungai tak dapat diminum, penguasa muslim mendirikan saluran air dari pegunungan yang panjangnya 80 Km.
Granada adalah tempat pertahanan terakhir ummat Islam di Spanyol. Di sana berkumpul sisa-sisa kekuatan Arab dan pemikir Islam. Posisi Cordova diambil alih oleh Granada di masa-masa akhir kekuasaan Islam di Spanyol. Arsitektur-arsitektur bangunannya terkenal di seluruh Eropa. Istana al-Hambra yang indah dan megah adalah pusat dan puncak ketinggian arsitektur Spanyol Islam. Istana itu dikelilingi taman-taman yang tidak kalah indahnya. Kisah tentang kemajuan pembangunan fisik ini masih bisa diperpanjang dengan kota, istana al-Gazar, menara Girilda dan lain-lain. Pada abad sepuluh, khalifah juga membangun sebuah kota kerajaan yakni Madinat al-Zahrah, sebuah kota yang dihiasi dengan berbagai istana, pancuran air, pertamanan yang megah menandingi keindahan komplek istana Baghdad.




 
b.   Pembangunan Pertanian (tebu, tembakau dan lain-lain), Irigasi, Industri, Perkapalan dan Perluasan Perdagangan.
Beberapa perkembangan baru yang didukung oleh kemakmuran ekonomi pada abad kesembilan dan kesepuluh yaitu perkenalan dengan pertanian irigasi yang didasarkan pada pola-pola negeri Timur mengantarkan pada pembudidayaan sejumlah tanaman pertanian yang dapat diperjualkanbelikan, meliputi buah ceri, buah apel, buah delima, ponoh ara, buah kurma, tebu, kapas dan lain-lain. Tipe irigasi yang digunakan yaitu tipe irigasi Damaskus (membagi pengairan kepada setiap petani sesuai ukuran tanah mereka masing-masing), tipe irigasi Yamani (membagikan air berdasarkan batas waktu pengaliran tertentu) yang diterapkan di wilayah oasis.
Dalam perdagangan, jalan-jalan dan pasar-pasar dibangun. Bidang pertanian demikian juga. Sistem irigasi baru diperkenalkan kepada masyarakat Spanyol yang tidak mengenal sebelumnya. Dam-dam, kanal-kanal, saluran sekunder, tersier, dan jembatan-jembatan air didirikan.
Orang-orang Arab memperkenalkan pengaturan hidrolik untuk tujuan irigasi. Kalau dam digunakan untuk mengecek curah air, waduk (kolam) dibuat untuk konservasi (penyimpanan air). Pengaturan hidrolik itu dibangun dengan memperkenalkan roda air (water wheel) asal Persia yang dinamakan naurah (Spanyol: Noria). Disamping itu, orang-orang Islam juga memperkenalkan pertanian padi, perkebunan jeruk, kebun-kebun dan taman-taman. Industri, disamping pertanian dan perdagangan, juga merupakan tulang punggung ekonomi Spanyol Islam. Diantaranya adalah tekstil, kayu, kulit, logam, dan industri barang-barang tembikar. Pada saat yang sama, Spanyol memasuki fase perdagangan yang cerah lantaran hancurnya penguasaan armada Bizantium terhadap wilayah barat Laut Tengah. Beberapa kota seperti Seville dan Cordova mengalami kemakmuran lantaran melimpahnya produksi pertanian dan perdagangan internasional.

c   Faktor-faktor Pendukung Kemajuan
Spanyol Islam, kemajuannya sangat ditentukan oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa, yang mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan umat Islam, seperti Abd al-Rahman al-Dakhil, Abd al-Rahman al-Wasith dan Abd al-Rahman al-Nashir. Keberhasilan politik pemimpin-pemimpin tersebut ditunjang oleh kebijaksanaan penguasa-penguasa lainnya yang memelopori kegiatan-kegiatan ilmiah yang terpenting diantara penguasa dinasti Umayyah di Spanyol dalam hal ini adalah Muhammad ibn Abd al-Rahman (852-886) dan al-Hakam II al-Muntashir (961-976).
Toleransi beragama ditegakkan oleh para penguasa terhadap penganut agama Kristen dan Yahudi, sehingga mereka ikut berpartisipasi mewujudkan peradaban Arab Islam di Spanyol. Untuk orang-orang Kristen, sebagaimana juga orang-orang Yahudi, disediakan hakim khusus yang menangani masalah sesuai dengan ajaran agama mereka masing-masing. Perpecahan politik pada masa Muluk al- Thawa'if dan sesudahnya tidak menyebabkan mundurnya peradaban. Masa itu, bahkan merupakan puncak kemajuan ilmu pengetahuan, kesenian, dan kebudayaan Spanyol Islam. Setiap dinasti (raja) di Malaga, Toledo, Sevilla, Granada, dan lain-lain berusaha menyaingi Cordova. Kalau sebelumnya Cordova merupakan satu-satunya pusat ilmu dan peradaban Islam di Spanyol, Muluk al Thawa'if berhasil mendirikan pusat-pusat peradaban baru yang diantaranya justru lebih maju.

C.    Penyebab Kemunduran dan Runtuhnya Daulat Umayyah II
1.      Penyebab Kemunduran Islam di Andalusia adalah:
a.    Konflik Islam dengan Kristen
Para penguasa Islam tidak melakukan Islamisasi secara sempurna bahkan kehadiran Arab Islam telah memperkuat rasa kebangsaan orang-orang Kristen Spanyol dan menyebabkan kehidupan Negara Islam di Spanyol tidak pernah berhenti dari pertentangan antara Islam dengan Kristen. Pada abad ke-11 M umat Kristen memperoleh kemajuan pesat sementara umat Islam sedang mengalami kemunduran.

b.   Tidak Adanya Ideologi Pemersatu
Di tempat-tempat lain para muallaf diperlakukan sebagai orang Islam yang sederajat sedangkan di Spanyol orang Arab tidak pernah menerima orang-orang pribumi. Hal itu menunjukan tidak adanya ideologi yang dapat memberi makna persatuan, di samping itu kurangnya figure yang dapat menjadi personifikasi ideologi.
c.     Kesulitan Ekonomi
Para penguasa membangun kota dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat serius sehingga lalai membina perekonomian. Akibatnya timbul masalah kesulitan ekonomi yang mempengaruhi kondisi politik dan militer.
d.   Sistem Peralihan Kekuasaan Yang Tidak Jelas
Hal ini menyebabkan perebutan kekuasan diantara ahli waris, karena inilah kekuasaan Bani Umayyah runtuh dan Al-Muluk Al-Thawaif  muncul. Granada yang merupakan pusat kekuasaan terakhir Islam Spanyol jatuh ke tangan Ferdinand dan Isabella juga disebabkan oleh masalah ini.
e.    Keterpencilan
Islam Spanyol terpencil dari dunia Islam lainnya. Ia selalu berjuang sendirian tanpa bantuan kecuali dari Afrika Utara. Dengan demikian tidak ada kekuatan alternatif yang mampu membendung kebangkitan Kristen di sana.

2.      Runtuhnya Daulat Umayyah II di Andalusia disebabkan:
1.   Lemahnya Kekuasaan Bani Umayyah II dan Bangkitnya Kerajaan-Kerajaan Kecil di Andalusia.
Menurut data sejarah, pada saat itu kerajaan Islam di Spanyol terpecah-pecah menjadi kerajaan kecil. Sepeninggal dinasti Umayyah, kerajaan di Spanyol menjadi 20 wilayah kerajaan kecil. Kerajaan-kerajaan itu antara lain bani Ibad di Seville, bani Hamud di Malaga, bani Zirry di Granada, bani Hud di Saragosa, dan yang terkenal adalah bani Dzin Nun yang menguasai kota Toledo, Valensia, dan Marusa.
Raja-raja kecil ini sering berebut kekuasaan, yang satu menghantam yang lain, sehingga kekuatan mereka menjadi lemah, sedangkan pada saat yang sama, raja-raja Eropa bersatu. Raja Al-Fonso VI dan Leon mengadakan kerjasama dengan Australia, Castilia dan raja-raja lainnya. Mereka bersatu menghimpun kekuatan untuk menghancurkan kekuatan Islam di Spanyol. Kekuatan baru inilah yang dapat menaklukkan kota Granada pada tahun 898 H / 1492 M. Dengan jatuhnya kota Granada, berakhirlah kekuasaan Islam Arab pada masa itu di Andalusia, setelah mereka menguasai negeri itu selama delapan abad.

2.   Timbulnya Semangat Orang-Orang Eropa Untuk Menguasai Kembali Andalusia.
Kekuatan Islam berlangsung dalam waktu yang cukup lama, dan selama itu pula orang-orang Eropa mulai menyusun kekuatannya untuk menghancurkan Islam. Pada saat kekuasaan Islam mulai melemah, mereka segera menyusun kekuatan baru yang luar biasa. Serangan demi seranganpun dilancarkan terhadap kekuasaan Islam, tetapi pada mulanya masih dapat digagalkan.
Pada masa pemerintahan Bani Ahmar (1232- 1492), khususnya pada masa pemerintahan Abd al-Rahman Al-Nasir, kekuatan umat Islam dapat dipulihkan kembali. Akan tetapi menjelang akhir hayatnya, ia mewariskan kekuasaan itu kepada adik kandungnya. Akibatnya Abu Abdullah Muhammad sebagai anaknya merasa kecewa, dan menuntut balas terhadap ayahnya. Dia mengadakan pemberontakan yang menewaskan sang ayah, tetapi kursi kerajaan tetap pada pamannya. Abu Abdullah kembali menyusun rencana pemberontakan dengan meminta bantuan penguasa Kristen Ferdinand dan Isabella. Permintaan itu dikabulkan dan pamannya tewas terbunuh. Setelah itu, segudang hadiah yang terdiri dari emas berlian, diserahkan kepada Ferdinand dan Isabella.
Tetapi para penguasa Kristen itu, tidak merasa puas dengan hadiah. Bahkan mereka ingin merebut kekuasaan Abu Abdullah dan mengenyahkan kekuasaan Islam dari tanah Spanyol. Rencana penyerangan pun disusun, dan pada saat pasukan Abu Abdullah dikepung selama beberapa hari, akhirnya Abu Abdullah menyerah tanpa syarat dan bersedia hengkang dari bumi Spanyol pada tahun 1492 M. Dengan demikian, tamatlah sudah riwayat perjuangan umat Islam di Andalusia. Pada saat yang bersamaan, penguasa Eropa Kristen dengan leluasa menancapkan kakinya di bumi Andalusia setelah selama delapan abad berada di tangan kaum Muslim.

D.    Pengaruh Peradaban Islam Terhadap Renaissance Eropa
Kemajuan Eropa hingga saat ini yang terus berkembang banyak dipengaruhi oleh khazanah ilmu pengetahuan islam yang berkembang di periode klasik. Pengaruh peradaban Islam termasuk di dalamnya pemikiran Ibnu Rusyd ke Eropa berawal dari banyaknya pemuda-pemuda Kristen yang belajar di Universitas-universitas Islam di Spanyol seperti Universitas Cordova, Seville, Malaga, Granada dan Samalanca. Selama belajar di Spanyol mereka aktif menerjemahkan buku-buku karya ilmuan muslim. Pusat penerjemahan itu adalah Toledo. Setelah pulang ke negerinya mereka mendirikan sekolah dan Universitas yang sama. Universitas yang pertama di Eropa adalah Universitas paris yang didirikan pada tahun 1231 M.Pengaruh ilmu pengetahuan islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke-12 M itu menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (Renaissance) pusaka Yunani di Eropa pada abad ke-14 M. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah melalui terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Latin.
Walaupun akhirnya Islam diusir dari Spanyol dengan cara yang sangat kejam, tetapi ia telah membidani gerakan-gerakan penting di Eropa. Gerakan itu adalah kebangkitan kembali kebudayaan Yunani klasik (Renaissance) pada abad ke-14 M yang bermula di Italia. Gerakan reformasi pada abad ke-16 M, Rasionalisme pada abad ke-17 M dan pencerahan (Aufklaerung) pada abad ke-18 M.


Awal berdirinya Bani Umayyah
(Tahun 661 M s.d 750 M)

Nama Bani Umayyah berasal dari nama “Umayyah Ibn Abdi Syams Ibnu Abdi Manaf, yaitu salah seorang pemimpin-pemimpin kabilah Quraisy di zaman Jahiliyah. Dinasti Umayyah didirikan oleh Mu’awiyah bin Aby Sufyan, dan berkuasa sejak tahun 661 sampai tahun 750 Masehi dengan ibukota Damaskus. Ia juga mengganti sistem pemerintahan muslim yang semula bersistem musyawarah (demokrasi) menjadi sistem Monarchy Herdity (Kekuasaan turun-temurun).
Pendirian Bani Umayyah dilakukanya dengan cara menolak Ali menjadi khalifah, berperang melawan Ali dan melakukan perdamaian (tahkim) dengan pihak Ali yang secara politik menguntungkan Mu’awiyah. Keberuntungan Muawiyyah berikutnya adalah keberhasilan pihak Khawarij membunuh khalifah Ali r.a. sehingga jabatan khalifah setelah Ali dipegang oleh putranya yaitu Hasan ibn Ali selama beberapa Bulan akan tyetapi karena tidak didukung pasukan yang kuat sedangkan pihak Muawiyah semakin kuat akhirnya dia melakukan perjanjian dengan Hasan ibn Ali, isi perjanjian itu adalah bahwa pergantian pemimpin akan di serahkan kepada umat islam setelah masa kepemimpinan Muawiyah berakhir. Perjanjian ini dibuat pada tahun 661 M (41 H.) dan tahun ini disebut ‘am jamaat, karena perjanjian ini mempersatukan umat islam menjadi satu kepemimpinan politik yaitu kepemimpinan muawiyyah.





Dinasti Umayyah dibedakan menjadi dua: pertama, Dinasti umayyah yang dirintis oleh Muawiyah Bin Abi Sufyan (661-680M) yang berpusat di Damaskus (Syiria). Fase ini berlangsung sekitar satu  abad yang mengubah system pemerintahan dari khilafah menjadi monarki (mamlakat). Kedua, Dinasti Umayah di Andalusia, yang awalnya merupakan wilayah taklukan Umayyah yang di pimpin seorang gubernur pada zaman Walid Bin Abdul Malik (86-96 H/705-715 M)  yang kemudian menjadi kerajaan.

Pendidikan Islam pada masa Bani Umayyah
Secara esensial, Pendidikan islam pada masa ini hampir sama dengan pendidikan pada periode Khulafaur rasyidin. Namun pada masa bani umayyah ini pendidikan islam lebih mengalami perkembangan yang cukup signifikan, diantaranya dapat di uraikan pada pembahasan berikut:
1.     Kurikulum Pendidikan Islam pada masa Bani Umayyah
Pada masa dinasti Umayyah pola pendidikan bersifat desentrasi. Desentrasi artinya pendidikan tidak hanya terpusat di ibu kota Negara saja tetapi sudah dikembangkan secara otonom di daerah yang telah dikuasai seiring dengan ekspansi teritorial. Pada masa bani Umayyah, pakar pendidikan Islam menggunakan kata Al-Maddah untuk pengertian kurikulum. Karena pada masa itu kurikulum lebih identik dengan serangkaian mata pelajaran yang harus diberikan pada murid dalam tingkat tertentu.
Sejalan dengan perjalanan waktu pengertian kurikulum mulai berkembang dan cakupannya lebih luas, yaitu mencakup segala aspek yang mempengaruhi pribadi siswa. Kurikulum dalam pengertian yang modern ini mencakup tujuan, mata pelajaran, proses belajar dan mengajar serta evaluasi. Berikut ini adalah macam-macam kurikulum yang berkembang pada masa bani Umayyah:
a.     Kurikulum Pendidikan Rendah
Terdapat kesukaran ketika ingin membatasi mata pelajaran-mata pelajaran yang membentuk kurikulum untuk semua tingkat pendidikan yang bermacam-macam. Pertama, karena tidak adanya kurikulum yang terbatas, baik untuk tingkat rendah maupun untuk tingkat penghabisan, kecuali Alquran yang terdapat pada kurikulum. Kedua, kesukaran diantara membedakan fase-fase pendidikan dan lamanya belajar karena tidak ada masa tertentu yang mengikat murid-murid untuk belajar pada setiap lembaga pendidikan. Sebelum berdirinya madrasah, tidak ada tingkatan dalam pendidikan Islam, tetapi tidak hanya satu tingkat yang bermula di kuttab dan berakhir di diskusi halaqah. Tidak ada kurikulum khusus yang diikuti oleh seluruh umat Islam. Dilembaga kuttab biasanya diajarkan membaca dan menulis disamping Alquran. Kadang diajarkan bahasa, nahwu, dan arudh.
b.     Kurikulum Pendidikan Tinggi
Kurikulum pendidikan tinggi (halaqah) bervariasi tergantung pada syaikh yang mau mengajar. Para mahasiswa tidak terikat untuk mempelajari mata pelajaran tertentu, demikian juga guru tidak mewajibkan kepada mahasiswa untuk mengikuti kurikulum tertentu. Mahasiswa bebas untuk mengikuti pelajaran di sebuah halaqah dan berpindah dari sebuah halaqah ke halaqah yang lain, bahkan dari satu kota ke kota lain. Menurut Rahman, pendidikan jenis ini disebut pendidikan orang dewasa karena diberikan kepada orang banyak yang tujuan utamanya adalah untuk mengajarkan mereka mengenai Alquran dan agama. Kurikulum pendidikan tingkat ini dibagi kepada dua jurusan, jurusan ilmu-ilmu agama (al-ulum al-naqliyah) dan jurusan ilmu pengetahuan (al-ulum al-aqliyah).





2.   Metode-metode pendidikan islam pada masa Bani Umayyah
Pendidikan Islam di masa Dinasti Umayah tampaknya masih didominasi oleh metode bayani, terutama selama abad I H di mana pendidikan bertumpu dan bersumber pada nash-nash agama yang kala itu terdiri atas Alquran, sunnah, ijmak, dan fatwa sahabat. Metode bayani dalam pendidikan Islam kala itu lebih bersifat eksplanatif, yaitu sekedar menjelaskan ajaran-ajaran agama saja. Secara khusus, metode ceramah dan demonstrasilah yang banyak digunakan dalam institusi-institusi pendidikan yang ada di zaman itu Baru pada masa-masa akhir pemerintahan Umayah metode burhani mulai berkembang di dunia Islam, seiring dengan giatnya penerjemahan karya-karya filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab.

3.   Lembaga pendidikan islam pada masa Bani Umayyah
Lembaga pendidikan Islam dimasa ini diklasifikasikan atas dasar muatan kurikulum yang diajarkan. Dalam hal ini, kurikulumnya meliputi pengetahuan agama (Lembaga pendidikan formal)  dan pengetahuan umum (non formal). Adapun lembaga pendidikan Islam yang ada sebelum kebangkitan madrasah pada masa Bani Umayyah adalah sebagai berikut:
a)    Shuffah, adalah suatu tempat yang telah dipakai untuk aktivitas pendidikan. Biasanya tempat ini menyediakan tempat pemondokan bagi pendatang baru dan mereka tergolong miskin. Disini para siswa diajarkan membaca dan menghafal Alquran secara benar dan hukum Islam dibawah bimbingan langsung dari nabi. Pada masa ini setidaknya telah ada sembilan shuffah yang tersebar dikota Madinah. Dalam perkembangan berikutnya, sekolah shuffah juga menawarkan pelajaran dasar-dasar berhitung, kedokteran, astronomi, geneologi, dan ilmu fonetik.
b)    Kuttab/Maktab,adalah Lembaga pendidikan Islam tingkat dasar yang mengajarkan membaca dan menulis kemudian meningkat pada pengajaran Alquran dan pengetahuan agama tingkat dasar.
c)     Halaqah artinya lingkaran. Artinya, proses belajar mengajar di sini dilaksanakan di mana murid-murid melingkari gurunya. Seorang guru biasanya duduk dilantai menerangkan, membacakan karangannya, atau memberikan komentar atas karya pemikiran orang lain. Kegiatan halaqah ini bisa terjadi di masjid atau di rumah-rumah. Kegiatan halaqah ini tidak khusus untuk mengajarkan atau mendiskusikan ilmu agama, tetapi juga ilmu pengetahuan umum, termasuk filsafat.
d)    Majlis, yang berarti sesi dimana aktivitas pengajaran atau diskusi berlangsung. Ada beberapa macam majlis seperti; Majlis al-Hadits, majlis ini diselenggarakan oleh ulama/guru yang ahli dalam bidang hadits. Majlis al-Tadris, majlis ini biasanya menunjuk majlis selain dari pada hadist, seperti majlis fiqih, majlis nahwu, atau majlis kalam. Majlis al-Syu’ara, majlis ini adalah lembaga untuk belajar syair, dan sering dipakai untuk kontes para ahli syair. Majlis al-Adab, majlis ini adalah tempat untuk membahas masalah adab yang meliputi puisi, silsilah, dan laporan bersejarah bagi orang-orang yang terkenal. Majlis al-Fatwa dan al-Nazar, majlis ini merupakan sarana pertemuan untuk mencari keputusan suatu masalah dibidang hokum kemudian difatwakan.
e)    Masjid, Semenjak berdirinya pada masa Nabi Muhammad Saw, masjid telah menjadi pusat kegiatan dan informasi berbagai masalah kaum Muslimin, baik yang menyangkut pendidikan maupun sosial ekonomi.





f)     Khan, berfungsi sebagai asrama untuk murid-murid dari luar kota yang hendak belajar hukum Islam pada suatu masjid, seperti khan yang dibangun oleh Di’lij ibn Ahmad ibn Di’lij di Suwaiqat Ghalib dekat makam Suraij. Disamping fungsi itu, khan juga digunakan sebagai sarana untuk belajar privat.
g)    Badiah, Secara harfiah badiah artinya dusun Badui di padang sahara yang di dalam terdapat padang sahara yang didalam terdapat bahasa Arab yang masih fasih dan murni sesuai dengan kaidah bahasa Arab. Lembaga Pendidikan  ini muncul seiring dengan kebijakan pemerintahan Bani Umayyah untuk melakukan program Arabisasi yang digagas oleh khalifah Abdul Malik Ibn Marwan. Akibat dari Arabisasi ini maka muncullah ilmu qawaid dan cabang ilmu lainnya mempelajari bahasa Arab. Melaui pendidikan di Badiah ini,maka bahasa Arab dapat sampai ke Irak, Syiria, Mesir, Lebanon, Tunisia, Al-Jazair, Maroko, di samping Saudi Arabia, Yaman, Emirat Arab,dan sekitarnya. Dengan demikian banyak para penguasa yang mengirim anaknya untuk belajar bahasa Arab ke Badiah.
Sedangkan Madrasah-madrasah yang ada pada masa Bani Umayyah adalah sebagai berikut:
a.     Madrasah Mekkah: Guru pertama yang mengajar di Makkah, sesudah penduduk Mekkah takluk, ialah Mu’az bin Jabal. Ialah yang mengajarkan Al Qur’an dan mana yang halal dan haram dalam Islam.
b.     Madrasah Madinah: Madrasah Madinah lebih termasyur dan lebih dalam ilmunya, karena di sanalah tempat tinggal sahabat-sahabat nabi. Berarti disana banyak terdapat ulama-ulama terkemuka.
c.     Madrasah Basrah: Ulama sahabat yang termasyur di Basrah ialah Abu Musa Al-asy’ari dan Anas bin Malik. Abu Musa Al-Asy’ari adalah ahli fiqih dan ahli hadist, serta ahli Al Qur’an. Sedangkan Abas bin Malik termasyhur dalam ilmu hadis.
d.     Madrasah Kufah: Madrasah Ibnu Mas’ud di Kufah melahirkan enam orang ulama besar, yaitu: ‘Alqamah, Al-Aswad, Masroq, ‘Ubaidah, Al-Haris bin Qais dan ‘Amr bin Syurahbil.
e.     Madrasah Damsyik (Syam): Setelah negeri Syam (Syria) menjadi sebagian negara Islam dan penduduknya banyak memeluk agama Islam. Maka negeri Syam menjadi perhatian para Khilafah. Madrasah itu melahirkan imam penduduk Syam, yaitu Abdurrahman Al-Auza’iy yang sederajat ilmunya dengan Imam Malik dan Abu-Hanafiah.
f.      Madrasah Fistat (Mesir): Setelah Mesir menjadi negara Islam ia menjadi pusat ilmu-ilmu agama. Ulama yang mula-mula madrasah madrasah di Mesir ialah Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘As, yaitu di Fisfat (Mesir lama).

4.    Ulama-ulama tabi’in ahli tafsir pada masa Bani Umayyah
Ulama-ulama tabi’in ahli tafsir, pada masa bani Umayyah yaitu: Mujahid, ‘Athak bin Abu Rabah, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Masruq bin Al-Ajda. Ulama-ulama ahli Fiqh: Ulama-ulama tabi’in Fiqih diantaranya adalah: Syuriah bin Al-Harits, ‘alqamah bin Qais, Al-Aswad bin Yazid dan lain sebagainya.

5.    Kebijakan pemerintah pada masa Bani Umayyah
Para penguasa dan pemimpin Muslim memiliki perhatian yang besar terhadap ilmu pengetahuan sejak masa khulafaur Rasyidin. Mereka mendirikan dan menghidupi berbagai sarana penunjang ilmu pengetahuan dan pendidikan, termasuk lembaga-lembaganya. As-Suffah yang menjadi model pendidikan Islam ketika nabi berada di Madinah tersebar keluar madinah tersebar luas keluar madinah sejalan dengan persebaran masjid. Di daerah-daerah baru pada masa bani Umayyah dimana bahasa Arab bukan bahasa pertama dan Alquran belm dikenal, pembangunan lembaga pendidikan Islam, seperti kuttab dan masjid menjadi tujuan utama para khalifah dan gubernur, sehingga biaya pembangunan  ditanggung pemerintah. Banyak sekali dana yang dialokasikan untuk mendirikan dan memelihara sekolah-sekolah ini dengan cara memberikan beasiswa yang besar kepada murid yang berhak menerimanya.